Cetak halaman

Mengapa Mesti Shalat?

Kita mendapat sebutan sebagai 'manusia'...

Tapi, apa sebenarnya yang disebut manusia? Merujuk kepada apakah sebenarnya kata 'manusia' itu?

Saya membahas topik ini secara rinci dalam buku Mengenal Diri dan Penyucian Jiwa, dan karenanya saya tidak akan merincinya di sini...

Namun secara ringkas, saya akan berbagi dengan Anda apa sebenarnya shalat itu, menurut yang saya yakini, dan mengapa diwajibkan kepada manusia...

Kemajuan teknologi terkini telah melahirkan robot-robot yang sangat canggih. Dan akhir-akhir ini, filem 'Artificial Intelligence' dan 'I, Robot' menggambarkan robot-robot yang memiliki emosi...

Jika sekiranya kita mengunggah bacaan Al-Qur'an kedalam sebuah robot dan memogramnya untuk mengerjakan aktivitas shalat pada waktu-waktu tertentu, tidak diragukan ia akan mampu melakukan shalat, membaca semua ayat Al-Qur'an, dengan hasil yang luar biasa dan sangat akurat. Bahkan kita dapat memrogramnya untuk meneteskan air-mata di posisi-posisi tertentu!

Maka, apa yang membedakan kita dari sebuah robot? Tahukah kita perbedaannya?

Kapasitas yang berbeda dari manusia adalah kemampuannya untuk merenun gkan apa yang dibacanya, memahami dan merasakan maknanya serta menerapkannya setelah shalat!

“Maka, celakalah orang-orang yang shalat (karena tradisi), yang lalai dari (merasakan makna) shalat mereka (yakni untuk miraj kepada realitas esensial terdalam mereka; Rabb mereka)[1]

Jadi, apa realitas yang dirasakan ketika shalat?

Di sini, saya tidak membicarakan tentang bagaimana shalat dikerjakan oleh orang yang tercerahkan yang telah mencapai keyakinan namun mengenai pengalaman minimal yang mesti dirasakan oleh kalangan umum seperti saya...

Pertama-tama mari mengingat kembali...

Nabi Muhammad (saw) datang kepada kita untuk mengajarkan tentang keimanan kepada yang Esa yang ditunjuk dengan nama Allah, untuk menyaksikan keimanan ini, dan untuk beriman kepada Rasul yang datang menyingkapkan kebenaran ini!

Jika Anda telah memahami pesan Nabi Muhammad (saw), maka Anda telah menyadari bahwa shalat atau bentuk doa apapun yang telah dianjurkan bukanlah sebagai persembahan kepada Tuhan berhala di langit sana. Karena, tidak ada Tuhan semacam itu di langit sana! Juga tidak ada sosok Tuhan yang akan turun ke bumi di masa yang akan datang!

Maka, jika tidak ada bentuk doa apapun bagi Tuhan 'di luar sana', mengapa kita mesti berdoa?

Apa wujud kehadiran Allah? Apa makna merasakan kehadiran Allah? Apa manfaat menyibukkan diri dengan amalan- amalan demikian?

Semua Sufi yang tercerahkan dan para wali, dulu dan sekarang, sepakat bahwa tindakan kembali kepada yang Esa yang ditunjuk dengan nama Allah berkenaan dengan esensi diri, diri yang sadar atau kesadaran!

Kesadaran adalah panggilan sang Realitas dari esensi diri!

Hadits yang mengatakan “Jalan menuju Allah adalah sebanyak diri yang wujud” memberitahukan bahwa jalan untuk mencapai realitas bukanlah dari luar melainkan dari masing- masing esensi diri!

Doa atau Shalat bukan lain adalah tindakan kembali kepada yang Esa yang ditunjuk oleh nama Allah!

Doa adalah aktivasi fitur-fitur struktural yang berkenaan dengan Allah untuk mencapai keinginan seseorang!

Shalat, bagi orang biasa, mencakup realisasi dan pengalaman dari beragam fitur-fitur komposisional dari Allah sedemikian rupa sehingga dapat diterapkan di seluruh sisi kehidupan sehari-hari bahkan setelah pelaksanaan shalat.

Pendapat-pendapat saya mengenai makna shalat pada tingkatan yang lebih tinggi telah saya bahas dalam buku Prinsip- prinsip Pokok Islam.

Hal pertama yang kita baca ketika kita berdiri untuk shalat adalah “Subhanaka”sebagai pengingat akan keagungan dan ketakterbatasannya yang Esa yang ditunjuk dengan nama Allah, dan ketidakberartian dari dunia kita ini dibanding keagungan ini! Jelas, penting sekali untuk mengetahui apa makna dari bacaan ini agar dapat merenung kannya dan memahami betapa penting dan seriusnya makna yang dikandungn ya.

Kemudian, kita membaca A'udzu..” untuk memohon perlindungan dengan 'B'illahi, dari ilusi bahwa kita ini adalah tubuh fisik ini dan karenanya menjadi terbutakan terhadap banyak kebenaran.

Setelah itu, kita membaca Basmalah sebagai “B-ismi-Allah[2] dan kemudian kita MEMBACA surat al-Fatihah...



[1] Al-Qur'an 107:4-5

[2] Silakan merujuk kepada buku saya Allahnya Muhammad, tersedia di www.ahmedhulusi.org/id/ untuk penjelasan yang lebih rinci mengenai Basmalah.

25 / 85

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini