Cetak halaman

Yang Maha Melihat

Yang Maha MelihatSeindah dan sejelas apapun seseorang membicarakan ‘Apa itu keindahan’, pada akhirnya, makna yang diutarakan akan beragam sebanyak mereka yang mendambakannya. Namun, sebanyak apapun ekspresi dan pengalamannya, konsep keindahan akan tetap satu.

Serupa dengan itu, meskipun Tuhan dapat didefinisikan dengan beragam cara sebanyak manifestasi-manifestasiNya, pada hakikatnya Dia adalah Esa. Keesaan inilah, yang diekspresikan dengan cara-cara yang berbeda dan karenanya seolah menimbulkan keserbaragaman, yang dimaksud oleh judul Yang Maha Melihat (Yang Esa Yang Melihat).

Dengan kata lain, Yang Maha Melihat adalah esensi dari semua manifestasi di alam jasmani, dan beragam ekspresi-ekspresi tak hinggaNya merupakan PerbuatanNya dalam melihat DiriNya Sendiri.

Perbuatan melihat ini ini, menurut Ahmed Hulusi, adalah pengalaman yang mesti diusahakan oleh setiap individu. Yakni, untuk mengalami Tuhan, kita mesti menyadari sifat ilusi diri dan berusaha memupus gangguannya, sehingga menjadi saluran perbuatan-perbuatan Tuhan yang tak berkesudahan.

Ahmed Hulusi menganalisa secara mendalam baik mengenai ide Tuhan di langit, maupun mengenai perwakilan ketuhananNya di bumi, dan mendorong pembacanya agar mulai melakukan pencarian batin untuk menemukan ‘Tuhan di dalam (diri)’. Sebagai kumpulan diskusi yang dilakukannya di tahun 1989, buku ini merupakan contoh penting dari penafsiran istimewa dan inkonvensional terhadap ajaran-ajaran agamis klasik.

Setiap orang, yang memiliki kerinduan spiritual dan gairah terhadap kebatinan dan pada saat yang bersamaan merupakan intelektualis yang gigih, pasti suka membaca buku ini. Dengan menggabungkan teologi Islam, secara khusus ajaran esoterik Sufisme, dengan temuan sains modern, buku ini memungkinkan pembacanya untuk melihat jagat raya di dalam (diri).

Beberapa catatan penting:

1 - Allah, merupakan Nama Agung, mencakup semua fitur dan sifat – baik yang mewujud maupun yang tak diekspresikan – dan digunakan dalam buku Ahmed hulusi untuk menunjukkan realitas ini, bukannya ‘tuhan’ di luar sana yang terpisah dari kosmos. Mengingat hal ini, kata Tuhan sengaja dihindari dan tetap digunakan nama orisinil Allah, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an. Namun seperti halnya nama ‘Tuhan’, kata ‘Allah’ pun telah dimaknai sebagai ‘tuhan eksternal’ dan bagi kebanyakan orang hal ini sukar dielakkan. Karena hal ini, pengarang sering menggunakan frase ‘keberadaan yang ditunjuk dengan nama Allah’ untuk menarik perhatian pembaca kepada fakta bahwa Allah hanyalah nama yang menunjukkan keberadaan tak hingga di luar semua ide prasangka dan prakondisi. Jadi, keberadaan inilah yang selayaknya pembaca renungkan, dalam merujuk nama Allah.

2 - Berdasarkan uraian di atas, Nama Allah yang dirujuk dalam buku ini hendaknya tidak difahami sebagai titel dari ‘Tuhan’, melainkan sebagai sifat struktural intrinsik dari Esensi keberadaan, asal muasal modalitas (bentuk) tak hingga dari alam wujud.

3 - Meskipun Allah melampaui gender apapun secara transendental, kata ganti ‘Dia’ (He, Inggris) digunakan bukan hanya karena kata ganti benda tidak tepat atau tidak sopan, melainkan karena kata ini merupakan terjemahan realistik terdekat terhadap kata Arab ‘Hu’, yang memiliki konotasi gender jika digunakan untuk merujuk kepada Yang Agung.

4 - Bahasa Arab Rabb, walau umumnya diterjemahkan sebagai Tuhan atau Pemelihara, digunakan dalam bentuk asalnya, bukan hanya karena tidak ada padanan Inggrisnya yang memadai namun juga untuk mencegah implikasi apapun terhadap ketuhanan dengan menghindari penggunaannya secara berlebihan yang melibatkan arti-arti populer yang jauh dari kebenaran.

5 - Rasulullah, atau Rasul secara tradisional diterjemahkan sebagai ‘Utusan Tuhan’, yang pada prakteknya memberikan posisi kurir kepada Nabi Muhammad (saw) seolah menerima pesan-pesan dari Tuhan fisikal di langit untuk menyampaikannya kepada manusia(!) Bertentangan dengan pemahaman primitif ini, Ahmed Hulusi berpendapat bahwa Rasulullah adalah ceruk ilmu Allah, yakni titik fokal dari kosmos yang melaluinya ilmu Allah diekspresikan dan disebarkan, bukannya figur dalam sejarah yang berkeliling menceramahi umat. Untuk tujuan ini, nampaknya lebih pas menggunakan kata aslinya Rasulullah,atau nama Muhammad, dibanding sebutan ‘Utusan Tuhan’. (Rasulullah dan Muhammad digunakan secara sinonim)

Duabelas tahun yang lalu, ketika pertama kali membaca buku-buku Ahmed Hulusi, tak pernah terbayangkan bahwa suatu hari saya akan menerjemahkan karya besar ini ke dalam Bahasa Inggris. Saya merasa istimewa memiliki kesempatan ini, dan akan bersyukur jika hal ini bisa membantu lebih memahami Yang Maha Melihat.

 

 

Diterjemahkan: Turki ke Inggris oleh Aliya Atalay

Sydney, 2011

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini