Dajjal

Banyak dari kita mencapai suatu titik, kemudian mengira bahwa kita telah lepas dari pengkondisian. Sedikit sekali kita menyadarinya bahwa ketika kita mengucapkan “Saya tidak lagi terkondisikan”, kita masih mengucapkan kata “Saya”!

Diliputi oleh ilusi ‘kedirian’, kita terperangkap oleh tubuh kita, dan karenanya takluk kepada ‘dajjalnya diri-ilusi”.Tunduk kepada setiap ujian dan hasrat jasmani, kita mulai menapaki jalan menuju kehancuran.

Setelah menghilangkan pengkondisian selama tahap pematangan dan pengembangan, kita akan mengalami rasa kebebasan tertentu. Jika belum juga menghilangkan ilusi ‘diri’ selama proses ini, maka kebebasan yang baru diraih ini akan bekerja melayani tubuh. Kita ditelan oleh segala macam nafsu jasmani, yang pada akhirnya mengarah pada penuhanan tubuh kita.

Sebagai akibatnya, kita mulai hidup dalam ‘surganya dajjal’. Yakni, bukannya sebagai diri ‘Absolut’, diri ‘ilusi’ menjadi kekuatan yang mendominasi. Dan dengan mematuhi diri ilusi ini, tak bisa dihindari kita tenggelam dalam rawa ilusinya.

Mari merenung sejenak ...

Jika Sang Pembaru (Mujaddid), dari periode 1400-1410 Hijriyah, dianggap sebagai pembaru terakhir, maka Mahdi (Juru Selamat) berikutnya, Dajjal akan muncul dan mengklaim sebagai Tuhan di sekitar jaman ini, dan setelah itu Yesus muncul kembali ke dunia!

Tentu saja ini merupakan perwujudan eksplisit dunia materi. Mereka yang tak dapat memahami realitas ini, akan mengingkarinya sama sekali atau mulai membuat beragam penafsiran ...Baik ia dapat menyelami realitas ini ataupun tidak, hal itu akan menjadi nyata.

Namun, ada juga sisi tersiratnya, yang saya ingin Anda menyimaknya.

Ketika Mahdi yang ada di dalam terbangunkan, kita akan mencapai ketiadaan diri dan merealisasikan bahwa keberadaan kita sebenarnya adalah keberadaanNya... Namun realisasi yang berlandaskan ilmu ini belumlah cukup, karena tanpa pemurnian yang menyeluruh, kita akan masih dipengaruhi perintah jahat dajjal dari dalam“Akulah Tuhanmu, mengabdilah kepadaku!” Alaminya, kita akan mulai berpikir bahwa ini merupakan suara Allah, dan mulai meyakini ‘diri’ kita sebagai Allah, sementara kita masih mengidentifikasi ‘diri kita’ sebagai tubuh kita.

Sebagai akibat dari identifikasi yang keliru ini, pikiran dominan kita menjadi: “Karena aku adalah Tuhan (atau perwujudan Tuhan), aku bebas melakukan apapun yang aku suka dalam tubuh ini!” dan karenanya mengakui semua bentuk kesenangan jasmani untuk diri kita.

Inilah sebabnya Nabi Muhammad (saw) berkata:

“Ketika dajjal muncul, orang-orang beriman mesti meloloskan diri dari surganya menuju nerakanya...”

“Ini mengekspresikan realitas yang terbalik bahwa surga dajjal yang nampaknya menyenangkan sebenarnya adalah neraka!”

Hasrat-hasrat jasmani umumnya dinyatakan sebagai hasrat-hasrat ‘alami’. Sebagian bahkan menyifatinya sebagai ‘jiwa’(nafs) dan mengklaim perilaku demikian berhubungan dengan jiwa, sedangkan yang kita maknai sebagai jiwa hanyalah ego; rasa ke-‘Aku’-an. Ketika jiwa terhalang dari realitas ini, secara keliru akan mengidentifikasi dirinya sebagai tubuh jasmani, dan karenanya menyifati semua keadaan, hasrat, dan lain-lainnya kepadanya.

Untuk lebih memperjelas lagi masalahnya, mari untuk sementara kita gunakan kata ‘kesadaran’, sebagai ganti dari kata ‘jiwa’. Ketika kesadaran kita berada pada frekuensi yang lebih rendah ini, kita lebih disibukkan dengan mengejar kesenangan-kesenangan jasmani, sehingga mencegah jiwa untuk dapat mengaktualisasikan realitasnya.

Pada titik ini, banyak orang terseok-seok dan sungguh telah jatuh kedalam keadaan egois seperti halnya firaun, mengakui ketuhanan pada diri mereka sendiri dan kalah oleh candu kesenangan jasmani, yang pada puncaknya menyebabkan kematian mereka sendiri.

Pukulan pertama terhadap dajjal datang dari sang Mahdi.

Mahdi adalah pemandu menuju kebenaran. Dengan kata lain, ia adalah ilmu yang melawan dajjal. Ilmu kebenaran berdiri tegak melawan diri ilusi dan berkata:

“Jangan bingung oleh kepercayaan yang berasal dari ilusimu, bahwa jiwamu adalah Tuhan dengan tubuh jasmanimu. Kesadaranmu merupakan konsep abstrak! Tubuhmu, di sisi lain, adalah mahluk fisik yang dibatasi kondisi-kondisi dimensi fisik tempat ia berada. Tinggalkanlah keyakinan palsu bahwa dirimu adalah jasmanimu dan sadarilah bahwa dirimu jauh dari sekedar tubuhmu; engkau adalah kesadaran!”

Panggilan ini tidak selalu menghapus klaim dajjal: “Aku adalah Tuhan; Aku bebas untuk hidup sesukaku”.Karenanya, menjadi penting bagi Yesus untuk turun dari langit, atau dengan kata lain muncul dari alam implisit ke alam eksplisit untuk membunuh sang dajjal! Meskipun faktanya sang Mahdi muncul dengan Ilmu Realitas, belumlah cukup untuk membinasakan diri-ilusi, Yesus mesti turun dari langit dan mengalahkan dengan Kekuatan agung!

Yesus yang turun dari langit merupakan simbol kekuatan ilahiah yang melawan dajjal, yakni diri-ilusi, atau, identitas palsu. Seperti dikatakan Nabi Muhammad (saw):

“Ketika berhadapan dengan Yesus, Dajjal akan langsung padam.”

26 / 34

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini