Setiap orang, ketika memasuki kehidupan baru ini, secara otomatis akan mempertanyakan dan memeriksa dirinya untuk melihat sejauh mana persiapan mereka bagi kondidi-kondisi di tempat baru ini.

Ada dua kemungkinan gaya-hidup di kehidupan duniawi ini.

Yakni yang membentuk dan menjalani kehidupan mereka berdasarkan pemahaman yang sebenarnya terhadap yang Esa yang bernama 'Allah', atau yang gagal untuk mengenal realitas ini dan mengejar kehidupan yang bertentangan dengan sistemnya, dengan anggapan adanya obyek eksternal atau Tuhan-berhala di 'luar sana'!

Mari berusaha untuk mengetahuinya dengan yakin...

Jika kita mencoba menyingkapkan kebenaran dari suatu hal melalui makna-makna dan sifat-sifat yang menerangkannya, peluang kita untuk meraih kebenaran aktualnya sangatlah kecil, karena hal ini merupakan prosedur yang rumit! Kata-kata tidak akan memadai untuk mengungkapkan pengalaman, dan karenanya, mencapai kebenaran melalui kata-kata hampir mustahil.

Seperti ketika kita melihat mimpi yang berkesan kuat dan mencoba menerangkannya kepada orang lain. Apapun yang kita katakan tidak akan memadai untuk mengungkapkan secara keseluruhan perasaan dari mimpi tersebut.

Serupa dengan itu, para Rasul dan para Nabi melihat dan mengalami banyak hal dalam kesadaran mereka, bahkan kadang- kadang didukung dengan pengalaman-pengalaman visual. Tapi ketika harus menerangkan pengalaman mereka dengan kata-kata, pengungkapannya selalu jauh dari memadai. Itulah sebabnya mengapa ketika membaca materi semacam ini orang mesti memikirkannya dan berusaha memahaminya, pengalaman yang dimaksud oleh kata-kata tersebut, bukan kata-kata harfiahnya semata. Dengan merenungkannya, dan berusaha untuk melihat 'pengalamannya' adalah jalan yang jauh lebih pendek dan lebih jelas untuk bisa melihatnya.

Sungguh, kata-kata sangatlah terbatas dan lemah dalam mengungkapkan perasaan dan pengalaman.

Jika orang telah menjalani hidupnya sejalan dengan realitas Allah, akankah mereka juga mengevaluasi ilmu yang disampaikan dengan sempurna oleh Nabi dan mengarahkan hidup mereka sesuai dengannya?

Mengapa ada pertanyaan “siapa Nabimu?” dan bukannya “siapa Rasulmu?” padahal 'keimanan kepada Rasul' disebutkan baik dalam 'Kalimat Syahadat' juga di banyak ayat dalam Al- Qur'an?

Ada dua jawaban untuk ini:

1. Kesempurnaan Risalah menyingkapkan realitas wujud, yang berkenaan dengan pertanyaan pertama.

2. Kondisi-kondisi yang akan memberikan kenyamanan kepada yang bersangkutan dalam keadaan itu berkaitan dengan apakah mereka telah atau belum menggunakan ilmu yang disampaikan dengan sempurna oleh Nubuwwah.

Sebagai contoh, semua amalan yang mengandung 'doa' berkenaan dengan kehidupat akhirat seseorang, dan semuanya telah ditentukan melalui kesempurnaan Nubuwwah.

Melalui amalan-amalan ini, individu tersebut mampu menghasikan energi dan kekuatan yang dengannya mereka mampu menanggung kondisi yang tidak menguntungkan yang menanti setelah kematian.

Sebaliknya, jika yang bersangkutan belum menggunakan ilmu yang disingkapkan oleh Nubuwwah yang sempurna dan belum menjalankan doa-doa yang diperlukan, mereka tidak akan memiliki cahaya (nur), energi dan kekuatan yang ditimbulkan oleh doa tersebut. Dan karenanya akan terkena azab/derita berat di alam kubur! Yang dimaksud dengan 'derita kubur' adalah akibat alami karena kurangnya persiapan untuk kehidupan akhirat, yakni gagal mendapatkan kekuatan yang diperlukan di alam barzakh dan alam akhirat. Pendek kata, tidak memperkuat tubuh rohani untuk bisa bertahan hidup di alam berikutnya.

 

 

12 December 2002 

Raleigh – NC, USA

8 / 85

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini