Cetak halaman

Mengenal Diri – Temukan Realitas Esensial Anda

Pondasi dari semua ilmu adalah berdasarkan pengenalan terhadap Allah. Ilmu seseorang yang tidak mengenal Allah tidak mempunyai arti sama sekali.

“Mereka tidak menilai (manifestasi-manifestasi dari sifat-sifat yang ditunjuk oleh Nama) Allah dengan adil.”[1]

“Apakah kamu melihat orang yang mempertuhankan keinginan-keinginan tak berdasarnya dan karenanya Allah menyesatkannya sesuai dengan ilmunya (asumsi) dan mengunci kemampuannya untuk melihat realitas dan menutup penglihatannya?”[2]

“Jangan berpaling kepada (menganggap keberadaan) sosok tuhan (manifestasi-manifestasi luar dari kekuatan atau dari khayalan dirimu sendiri) selain Allah.”[3]

“Katakanlah: ‘Allah’ dan biarkan mereka bergembira dengan dirinya dalam perkataan kosong (dunia khayal mereka) yang menyibukkan mereka.”[4]

Kebenaran itu nyata jika saja Anda mempunyai keinginan untuk melihatnya… Diri lah yang ada, hanya jika Anda dapat menghapus nama Anda! Anda pikir Anda ada, namun ini hanya anggapan Anda! Kebenaran adalah esensi Anda, hanya jika Anda dapat melihat ‘diri’ Anda sendiri!

Saya menamai salah satu dari buku-buku saya Allahnya Muhammad. Beberapa orang mungkin memandangnya agak menyolok mata. Mereka mungkin heran, “Mengapa tidak dinamai Allah saja, mengapa Allahnya Muhammad?” Ini karena kebanyakan orang menggunakan nama ini untuk merujuk kepada tuhan-tuhan khayalan mereka sendiri! Apa yang mereka rujuk sebagai ‘Allah’ di kepala mereka sama sekali tidak berhubungan dengan realitas Allah sama sekali. Sayangnya, kebanyakan orang ini, yang mendasarkan hidup mereka di sekitar tuhan-khayalan mereka yang didalilkan, akan berakhir dengan kehilangan berat dan kekecewaan ketika mereka menemukan bahwa tuhan-tuhan demikian itu pada kenyataannya tidak lah ada. 

Di dalam Allahnya Muhammad, saya mencoba menjelaskan bagaimana dan mengapa Allah bukan lah sosok ‘tuhan’ sebagaimana pandangan umum, dan bahwa konsep tradisional mengenai tuhan, yang berdasarkan pengkondisian sejak dulu, sama sekali tidak berhubungan dengan realitas yang diungkapkan oleh Nabi Muhammad saw.

Setiap orang, mulai dari yang kurang cerdas hingga yang paling cerdas, memiliki pemahaman akan sosok tuhan… Sosok tuhan yang mereka cintai dan hormati, atau yang mereka marahi dari waktu ke waktu… Seolah Dia adalah ayah yang penuh kebajikan yang duduk di atas bintang atau seorang sultan yang agung di langit – sedangkan mereka yang memiliki pandangan yang lebih luas mengklaim bahwa tuhan semacam itu tidak mungkin ada dan mendeklarasikan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang beriman.

Penting untuk memahami bahwa prektek-praktek (amalan-amalan) yang direkomendasikan Rasulullah saw adalah hal-hal yang benar-benar diperlukan seseorang untuk kehidupan setelah kematiannya agar bisa hidup bahagia dan terbebas dari bahaya. Apakah orang tersebut memanfaatkan rekomendasi-rekomendasi ini atau tidak, akibatnya hanya mengikat dirinya saja.

Karenanya Al-Qur’an mengatakan, “Tidak ada paksaan dalam (menerima) agama (sistem dan tatanan Allah; sunnatullah)[5] Yakni, tidak ada individu atau organisasi atau pemerintah yang mempunyai hak atau tanggung jawab untuk memaksa aturan agama kepada orang lain, karena ini bukanlah suatu hal yang dapat dicapai melalui paksaan. Katakanlah bahwa Anda seorang yang beriman, tapi anda tidak menghadiri shalat Jumat berjamaah, tapi Anda percaya kepada Allah, keaslian Al-Qur’an dan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasul Allah… Sekarang, jika saya mesti mengancam dan memaksa Anda untuk menghadiri shalat-shalat Jumat berjamaah, Anda mungkin akhirnya berangkat, namun sama sekali tidak berkeinginan. Melakukan sesuatu tanpa benar-benar menginginkannya merupakan bentuk kemunafikan! Karenanya, melalui pemaksaan, seorang yang beriman turun derajat menjadi seorang yang munafik! Tidak seorang pun memiliki hak untuk memaksa menurunkan derajat orang lain! Tidak seorang pun mempunyai kekuasaan hukum untuk memaksakan aturan agama terhadap orang lain! Inilah yang diajarkan Al-Qur’an; Al-Qur’an mendorong setiap orang untuk mengambil jalan sesuai dengan kehendak dan pikiran sadarnya.



[1] Al-Qur’an 22:74

[2] Al-Qur’an 45:23

[3] Al-Qur’an 28:88

[4] Al-Qur’an 6:91

[5] Al-Qur’an 2:256

8 / 28

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini