Kita sekarang berada di bumi, namun suatu saat, dengan mengalami kematian, bumi akan hilang dari persepsi kita. Karena persepsi kita mengenai bumi adalah berdasarkan kelima indera kita, maka apa yang kita lihat sebagai bumi, dunia kita, hanyalah sebatas kemampuan mata fisik untuk melihat dan mengalami! Penglihatan kita terbatas pada pita panjang gelombang  (bandwidth) yang sempit, yakni 4.000 hingga 7.000 Angstrom (satu per sepuluh milyar meter, pen)! Semua yang kita lihat dan definisikan sebagai ‘ada’ adalah hasil interpretasi otak kita terhadap panjang-gelombang panjang-delombang yang tertangkap dalam kisaran ini. Sementara itu, kisaran frekuensi pendengaran kita hanya di antara 16 dan 16.000 Hertz. Apa yang kita persepsikan sebagai suara adalah terbatas pada frekuensi-frekuensi dalam kisaran ini. Dengan demikian, persepsi kita terhadap dunia, dan pemikiran kita mengenai ada tidaknya sesuatu adalah berdasarkan pada indera yang sangat terbatas ini. Pada kenyataannya, lingkup keberadaan di luar pita gelombang (bandwidth) ini tidak terhingga! Karena ketidaktahuan belaka lah kita beranggapan bahwa semua yang ada di luar kisaran perspektif kita sebagai tiada.

Pada saat kematian, bumi yang kita tinggali akan berada di luar kisaran persepsi kelima-indera kita, dan karenanya menjadi tidak terlihat oleh kita, tapi kita akan terus ada dengan apa yang disebut sebagai badan-rohani, badan astral atau badan halus kita, di dalam medan magnet bumi, dan terkena tarikan magnetik dari matahari.[1]

Meskipun hubungan tubuh fisik kita akan berakhir melalui kematian, badan-badan rohani kita akan terus hidup didalam sabuk radiasi Von Allen yang terkena medan magnet bumi di dalam pentas (platform) matahari, seperti halnya yang sekarang kita jalani. Namun di dalam keadaan keberadaan baru ini, bumi tidak akan nampak kepada kita; kita akan melanjutkan hidup kita pada pentas (platform) radial matahari, hanya saja pada saat ini dengan persepsi-ruh kita bukannya dengan persepsi indera tubuh fisik kita.

Maka, jika bumi lenyap dari penglihatan kita, dengan dimensi kehidupan yang mana kita akan terikat?

Seandainya konsep waktu bumi tidak berlaku pada saat ini, tapi kita terus berputar mengelilingi matahari, apakah kita akan terkena zona waktu matahari? Yakni, 255 juta tahun akan ekivalen dengan setahun dengan titik pandang kita sekarang!

Dengan mengasumsikan bahwa kita hidup selama 70 tahun di bumi, akan berarti apakah angka ini jika kita mati? Karena kita akan berada pada zona waktu matahari, dan satu tahun dari sudut pandang matahari adalah 255 juta tahun, maka 70 tahun itu akan ekivalen dengan 8,6 detik. Yakni, orang yang mati pada usia 70 tahun dan berpindah ke dimensi kehidupan berikutnya – yang terikat zona waktu matahari – ia akan berkata, “Berapa lama aku hidup di bumi? Apakah kehidupanku yang lalu tidak lebih lama dari sebuah mimpi?”

Di dalam Al-Qur’an, hal ini dirujuk oleh ayat, “Pada hari ketika mereka melihatnya, akan terasa seolah mereka tidak tinggal (di dunia ini) kecuali hanya selama waktu terbenamnya matahari (atau selama waktu senja).”[2] Kata asal yang digunakan untuk terbenamnya matahari atau senja adalah ‘asyiyyah, yang ekivalen dengan waktunya shalat malam. Sebagaimana diketahui, ini adalah periode pendek dimana warna kemerahan di langit menghilang setelah matahari terbenam. Waktu ketika matahari tidak lagi kelihatan, namun cahayanya belum benar-benar hilang; waktu singkat yang hanya sesaat sebelum hari menjadi gelap.

Ketika Anda memandang ke atas langit dan warna kemerahan dari matahari yang baru terbenam menghilang, tiba-tiba kegelapan akan melingkupi Anda… Seperti itulah singkatnya waktu yang akan dirasakan ketika seseorang mati, meninggalkan zona waktu bumi, memasuki dimensi alam kubur dan kemudian terkena zona waktu matahari!

Ketika kita mimpi selama tidur kita, berdasarkan indera-indera fisik duniawi dan konsep waktu kita sekarang, mimpi-mimpi kita bertahan sekitar 40 hingga 50 detik. Namun ketika kita sedang bermimpi, beberapa detik itu terasa jauh lebih lama. Namun demikian, ketika kita bangun dan memikirkan tentang mimpi kita, kita mengatakan itu hanya mimpi belaka… Hanya beberapa detik yang singkat… Tidak lebih dari itu.



[1] Penjelasan rinci mengenai bagaimana badan-ruh dibuat oleh otak telah diberikan dalam buku-buku Hakikat Manusia, Manusia Ruh Jin dan Prinsip-prinsip Pokok Islam oleh Ahmed Hulusi.

[2] Al-Qur’an 79:46

2 / 28

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini