Cetak halaman

Kezaliman Terhadap Diri Sendiri?

Siapapun yang kita panggil dengan Nama apapun, kita akan selalu melibatkan yang Esa yang ditunjuk sebagai Allah.

Yang Esa yang ditunjuk dengan nama Allah adalah Dia yang mustahil untuk membicarakan sesuatu yang lain selain Dia.

Baik itu dengan sifat-sifat pokoknya, makna-makna yang Dia manifestasikan, atau aktivitas yang dibentuk oleh makna-makna ini di setiap saat dan dengan cara apapun, hanya Dia yang ada dalam pikiran dan sebutan. Di setiap saat kita berpikir atau berbicara mengenai bentuk keberadaan lain dengan beranggapan bahwa kita ada di luar Allah, maka kita jatuh kedalam dualitas. Inilah yang dirujuk Al-Qur’an sebagai Syirik!

“Janganlah berpaling kepada sosok tuhan  (perwujudan kekuatan luar) selain Allah.” (Al-Qur’an 28:88)

“… Sungguh, syirik (mempersekutukan Allah, yakni dualitas) itu kezaliman yang sangat besar.” (Al-Qur’an 31:13)

Mengapa syirik itu termasuk perbuatan keji/zalim, dan kepada siapa hal ini tertuju?

Ini merupakan kezaliman terhadap diri sendiri karena, dengan menyembah tuhan/dewa di luar diri kita sendiri dalam keadaan terhijab dari esensi kita, kita sedang mempersekutukan Allah, yakni berbuat syirik. Hal ini kemudian menghilangkan kemampuan kita untuk mencapai fitur-fitur tak-hingga yang terkandung di dalam esensi sejati kita. Oleh karena itulah kita sedang melakukan kezaliman terbesar kepada diri sendiri.

Terlepas dari realitas diri kita sendiri merupakan perbuatan paling keji yang dapat dilakukan terhadap diri kita. Sayangnya, kita sedang melakukan hal ini terhadap diri kita sendiri ketika kita gagal untuk berselaras dengan system ini.

Aturan ‘Dia yang tidak mengenal dirinya, tidak mengenal Rabb-nya’ berasal dari peringatan ‘Dia yang mengenal dirinya, mengenal realitas Nama-nama yang menyusun esensinya (Rabb). Untuk mengenal Allah, orang mesti memahami Yang Esa yang ditunjuk dengan nama Allah. Pemahaman ini hanya dapat diperoleh melalui ilmu mengenai Allah yang disingkapkan oleh Nabi Muhammad (saw).

Saya telah membahas topik mengenai diri dalam buku Mengenal Diri, namun saya ingin menyinggung sedikit mengenai hal itu di sini.

Karena tidak ada wujud yang lain selain Allah, lalu siapakah atau apakah wujud yang kita rujuk sebagai diri atau aku ini? Bagaimana wujud ini terbentuk?

Petunjuk apa yang telah diberikan untuk membantu kita memecahkan masalah ini?

Kita akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan ini selaras dengan pemahaman terhadap Allah yang telah dibicarakan sejauh ini. Jika kita mengatakan hal apapun yang bertentangan dengan apa yang telah dibicarakan sejauh ini, secara otomatis kita telah tersesat dan terperosok kedalam perangkap dualitas; manusia dan tuhannya.

Al-Qur’an menyatakan dalam ayat berikut berkenaan dengan tujuan diciptakannya manusia:

“… Dan ketika Rabb-mu berkata kepada para malaikat, ‘Sungguh, Aku akan membuat di atas bumi (tubuh) seorang khalifah (mahluk sadar yang akan tinggal dengan kesadaran terhadap Nama-nama).’” (Al-Qur’an 2:30)

 Menarik untuk dicatat bahwa manusia telah dijadikan sebagai khalifah di muka bumi  dan bukannya di jagat raya atau kosmos.

Tapi bagaimana manusia menjadi khalifah? Al-Qur’an menjawab ini dengan ayat:

“Dan Dia mengajari Adam (komposisi Nama-nama yang diwujudkan dan diprogram) semua Nama-nama (semua ilmu yang berkenaan dengan Nama-nama dan perwujudannya) …” (Al-Qur’an 2:31)

Yang dimaksud oleh ayat ini adalah:

Manusia dikaruniai kapasitas dan kemampuan untuk mewujudkan Nama-nama Allah yang tak-hingga, sebatas yang dikehendakiNya. Karunia inilah yang dirujuk ayat di atas sebagai Dia mengajari Adam, yakni, Dia menganugerahi manusia dengan kapasitas bawaan dan kemampuan untuk mewujudkan Nama-nama Allah.

Tapi bagaimanakah manusia, yang dilengkapi dengan kapasitas demikian, dan alam semesta yang dia tinggali muncul pertama kali?

Jika Allah tidak bertajali dan tidak ada sesuatu apapun berasal dari Allah, maka bagaimanakah dan dari manakah asal wujud yang dipersepsi oleh kelima indera kita? Juga para malaikat, jin, surga dan neraka? Dan Alam Perantara (barzakh) yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an dan bentuk-bentuk keberadaan lainnya… Bagaimanakah kejadiannya sehingga semuanya menjadi ada?

14 / 45

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini