Cetak halaman

Dari Tuhan Kepada Allah

Dari Tuhan yang berpikir seperti manusia, kepada manusia yang berpikir seperti Allah!

Abad demi abad, manusia telah menemukan ketenangan dalam ide mengidolakan/memberhalakan dan mempertuhankan suatu wujud yang sangat berkuasa yang kepadanya mereka bisa mencari perlindungan terhadap berbagai bencana dan peristiwa yang membuatnya berputus-asa dan tak berdaya.

Proses penuhanan serta mencari keselamatan dan kesuksesan dari sumber luar telah menuntun manusia menuju beragam konsep tuhan dengan harapan terpenuhinya mimpi dan keinginan mereka. Dengan itu, beragam benda yang dianggap memiliki cukup kekuatan untuk memenuhi keinginan-keinginan mereka dianggap sebagai tuhan, maka dimulailah periode pemberhalaan.

Apabila manusia menghadapi suatu obyek atau peristiwa yang dia tidak mampu menyelesaikan atau memahaminya, ia menjadi kekuatan misterius baginya, yang kepadanya akhirnya dia mengasosiasikan konsep ketuhanan. Konsep tuhan bumi atau tuhan langit ini bertentangan langsung dengan pengetahuan sains dan tidak lain hanyalah sebuah postulasi. Al-Qur’an menolak asumsi yang bertentangan dengan pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya dengan ‘kalimah tauhidnya’, ‘tidak ada tuhan’.

Manusia memenjarakan dirinya di dalam sebuah kepompong ketika dia menyembah api dan benda-benda langit, semuanya dengan anggapannya sebagai sosok ‘tuhan’. Sejalan dengan waktu dan pengkondisian-pengkondisian dari lingkungan, dia mulai menjalani  kehidupan yang sama sekali kosong dari perenungan. Perbudakan merupakan hadiah bagi kejahilan ini; dia menjadi hamba bagi tuhan-tuhannya dan ketergantungan ini menjadi penentram hatinya.

Tentu saja, ini hanya menambah keras kepompongnya, membawanya ke lubang dalam yang lebih gelap!

Tatkala Nabi Muhammad (saw) mengumumkan diri sebagai Rasul Allah di Mekah, di dalam Ka’bah saja ada 360 tuhan yang berbeda.  Begitulah, 360 berhala! Manusia menemukan penenang dengan mempertuhankan 360 berhala yang mewakili 360 tuhan yang berbeda, masing-masing dengan peran yang berbeda.

Mereka tak sanggup mencerna bahwa tuhan-tuhan duniawi dan samawi tak mungkin ada, hanya karena mereka tidak mengetahui betapa sangat luasnya jagat raya yang mereka diami!

Mereka mengira bahwa tuhan duduk di atas bintang di luar angkasa dan mengawasi dunia kita, sambil terkadang turut-campur dalam urusan kita, dan terkadang mengamati dengan diam-diam untuk memeriksa kita, dan pada akhirnya menempatkan siapa yang disukainya di surga dan melemparkan sisanya kedalam neraka.

Manusia telah melakukan banyak hal yang tidak-tidak untuk membuat senang tuhan duniawi dan tuhan langitnya. Bahkan, dalam kata-kata Hazrat Umar, mereka menjadikan berhala mirip sepotong kue. Mereka menyembah dan mempertuhankan berhala-kue ini, kemudian dengan berselera mereka akan duduk sambil melahapnya! Lebih buruk lagi, mereka rela mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka yang berusia 8-tahun hanya untuk menjilat terhadap tuhan-tuhan khayalan mereka!

Tuhan merupakan wujud sosok tuhan/dewa diluar individu. Tuhan/dewa yang mengabulkan keinginan individu sebagai balasan karena disembah, diagungkan dan dimuliakan!

Sosok Tuhan yang memberi perintah yang harus Anda turuti agar memperoleh pertolongannya, sehingga dia menempatkan Anda di surganya dan memberkati Anda dengan keberlimpahan di dunia. Karena  jika Anda menentangnya dengan mengikuti pikiran dan kehendak bebas Anda, dia akan menjadi musuh Anda dan menghukum Anda dengan menimpakan kepada Anda beragam penderitaan!

Ketika manusia terperangkap dalam penuhanan tuhan-tuhan palsu dan primitif, Nabi Muhammad (saw) menerima wahyu yang mengumumkan dirinya sebagai Rasul Allah, yang setelahnya beliau berjuang keras menghentikan orang-orang dari mempertuhankan berhala-berhala/dewa-dewa. Beliau mengatakan kepada mereka:

TIDAK ADA TUHAN. HANYA ADA ALLAH.

Realitas ini diistilahkan sebagai ‘kalimat tauhid’ (Kalimat Kesatuan).

Jadi apa sebenarnya makna Kalimat Tauhid ini?

3 / 45

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini