Biarkan diri Anda meninggalkan ‘Anda’nya dan biarkan saya meninggalkan ‘saya’nya sehingga kita bisa bertemu dalam ‘ketiadaan’, dan jadilah!

Menurut sebuah narasi:

Apa yang bermula dari ‘titik’ akan berakhir pada ‘alif[1]’.

Artinya, segala sesuatu bermula dari titik ‘Keesaan’ (Ahadiyyah) dan berakhir pada alif ‘Kesatuan’ (Wahidiyyah). Keseluruhan keberadaan hanyalah satu refleksi, yang dalam sufisme disebut sebagai ‘Satu Teofani’ atau Penyingkapan-Diri yang Agung dari Allah (Tajalli Wahid).

Menurut narasi lainnya:

Apa yang bermula dari ‘titik’ akan berakhir pada ‘sin[2]’.

Dimana sin menunjukkan ‘manusia’ dalam bahasa Arab, dan titiknya adalah yang ‘Esa’ (Ahad).

Al-Qur’an dimulai dengan huruf ‘ba[3] dari ‘basmalah[4], atau lebih tepatnya, titik di bawah ba. Ketika titik ini diperpanjang, ia menjadi alif!

Seperti halnya jika ingin membuat sebuah garis, seseorang akan memulai pada sebuah ‘titik’ yang kemudian menjadi sumber, dari mana garisnya terbentuk. ‘Ba’ dari ‘basmalah’ adalah titik sumber dari semua huruf dalam Al-Qur’an. Titiknya tak pernah berubah. Setiap hurup merupakan serangkaian titik-titik yang saling berdampingan membentuk garis-garis. Sejatinya, mereka adalah pengulangan dari titik yang sama!

Hazrat Ali mengatakan: “Aku adalah titik di bawah ba, mungkin berarti, “Aku bukan apa-apa, namun aku adalah semuanya… Aku adalah sang ‘alif”.

Surat terakhir dari Al-Qur’an bernama Nas, yang berarti manusia. Seperti telah dikatakan, huruf sin mewakili manusiatunggal. Karenanya, surat ‘Yasin’ berarti ‘Wahai manusia’.

Pada akhirnya, yang kita dapat adalah sebuah setengah-lingkaran, berangkat dari ‘titik’ kepada ‘manusia’, dan perjalanan manusia kembali ke titik tersebut.

Menyatu dengan Allah, dalam esensi, menjadi realitas, dalam manusia, dengan ilmu mengenai ‘titik’.

Akankah ilmu mengenai titik membuat manusia (nas) menjadi usang?

Karena, dari sudut realitas aktualnya, manusia tidak memiliki keberadaan independen; tak masuk akal membicarakan kehilangan sesuatu yang tidak pernah ada sejak awalnya.

Telah disebutkan di atas bahwa Dia mewujud sebagai ciptaan, ‘maknanya’ Dia ingin melihat.

Kita diberitahu bahwa makna ini semuanya 99, walaupun angka ini hanyalah merujuk pada ‘contoh’ bukannya keseluruhan. Seperti halnya kelima indera kita memberi kita pengertian yang dalam kedalam sifat-sifat yang tak terhitung mengenai otak, ke 99 Nama memberi kita ide tentang makna yang tak-hingga yang tercakup oleh yang Esa (Ahad). Ternyata, keberadaan tak-hingga dan tak terbatas akan memiliki makna yang tak-hingga dan tak terbatas pula.

Mengingat kebenaran tak berbatas dan tak ada akhirnya ini, betapa ruginya jika kita hanya mengurung diri dalam dunia kepompong kecil dengan kelima indera kita dan terhanyut dalam keinginan-keinginan tubuh lokal yang sementara.

“Wahai manusia! Sementara Aku menciptakan kalian untuk diriku, dengan apa kalian menyibukkan diri? Untuk apa kalian menghabiskan waktu kalian?”

Kepada siapa ayat ini ditujukan?

Kepada mereka yang memiliki kapasitas untuk mendengar… Bukannya mereka yang ditegur dalam:

“Mereka bagai binatang ternak (an’am), bahkan kurang sadar dengan jalan yang benar; demikianlah mereka, mereka adalah orang-orang yang [benar-benar] tak peduli!” (Al-Qur’an 7:179)

Untuk menjadi cermin yang Maha Esa yang menjadi sumber keberadaan, esensi, asal kita, atau, agar yang Maha Esa memantul pada cermin kita, mula-mula kita harus dibersihkan dari pencemaran-pencemaran dan pengkondisian-pengkondisian dari ilusi keberadaan manusiawi.

Sebagaimana Nabi Isa berkata:

“Kalian tidak berpikir layaknya pikiran Tuhan melainkan pikiran-pikiran manusia.”[5]

Jika kita melihat esensi kita dari perspektif manusia ‘material’, dan menjalani hidup kita seperti gunung es di samudera, maka tentunya kita tidak akan dapat merefleksikan Dia sebagaimana mestinya.

Dunia dan segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah bagai permainan dan masa-lalu bagi manusia…



[1] Alif adalah huruf pertama dalam alfabet arab, dan mewakili kesatuan yang digambarkan dengan goresan tunggal.

[2] Sin adalah huruf ke-12 dari alfabet Arab. Sebagai kata, ‘sin’ sinonim dengan ‘orang’ atau ‘manusia.’

[3] ‘Ba’ adalah huruf ke-dua dari alfabet Arab, dan huruf pertama dalam Al-Qur’an. Ia menyimpan nilai simbolik dalam perkataan yang diserukan Hazrat Ali “Aku adalah titik di bawah ba”, titik yang merujuk kepada pengalaman individu sebagai hasil dari realitas intrinsik.

[4] “Dahr” merujuk pada waktu abadi sebagai lawan dari waktu pada dimensi fisik kita.

[5] Matius 16:23

15 / 34

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini