Tidak ada keberadaan lainnya dalam KeberadaanNya, karena tak pernah ada yang timbul menjadi ada kecuali KeberadaanNya.

“Dia tak beranak.

Tidak pula Dia diperanakkan.” (Al-Qur’an 112:3)

Tak ada keberadaan lain selain keberadaanNya yang dapat terlintas dalam pikiran.

“Hanya Allah yang ada, dan tiada yang lain besertaNya. Dia demikian, kini dan selamanya.”

‘Kini’ adalah ‘sekarang’ yang disebutkan dalam ayat ini. Konsep waktu, material, ruang, dll., hanya berlaku menurut kelima indera. Namun dalam dimensi ini, waktu konsisten untuk ‘sekarang’. Dengan kata lain, waktu itu tiada, di luar dimensi persepsi kita.

Jika saja kita dapat melewati rintangan mata fisik kita dan mulai mendasarkan hidup kita pada kebenaran ilmiah dan spiritual… Mungkin saja, kita akan menyadari bahwa dunia ini terdiri dari bentuk-bentuk kehidupan yang tak terhitung, berkisar antara panjang gelombang sepermilyar sentimeter hingga kilometeran, masing-masing dengan ekspresi dan tanda yang unik. Dunia beranimasi ini adalah Alam Perbuatan (Af’al).

Setiap lapisan-lapisan ekspresi mengandung makna khusus yang dapat dipersepsi oleh ekspresi tertentu lainnya. Lapisan-lapisan ini kemudian diberi label sebagai ‘gaib’ dan karenanya tetap tersembunyi bagi mereka yang tak dapat melihatnya. Namun, ini bukan ‘gaib absolut’ hanya gaib relatif.

Jika kita menjadi sadar akan hakikat diri sendiri dan bisa melepaskan diri dari batasan kelima indera, kita dapat membuka dan melihat kegaiban-kegaiban ini.

Namun penglihatan ini bukan penglihatan kita; ini merupakan penglihatan dari Keberadaan Absolut.

Yang Maha Melihat!

Penglihatan sekarang, karena tidak ada waktu selain saat sekarang ini.

Hanya mereka dengan kesadaran murni yang dapat menjalani realitas ini.

“Dia berkehendak untuk melihat ekspresi-ekspresi tak-hingga yang terkandung dalam DiriNya, karenanya Dia membuat ciptaanNya sedemikian rupa sehingga mereka mengandung ekspresi-ekspresiNya.”

Dimana?

Di dalam ImuNya yang tak-hingga!

Penting untuk memiliki pemahaman yang benar terhadap perkataan ini dan makna-maknanya. Ciptaan adalah bentuk ekspresiNya yang Dia hendak lihat.

Ketika saya mengatakan ‘bentuk’, bukannya bentuk fisik, melainkan bentuk ‘makna-makna’, karena Dia adalah Al-Musawwir, Maha Pembentuk dari bentuk-bentuk tak-hingga yang diturunkan dari alam implisit makna-makna.

Ketika merenungkan hal ini, kita tak boleh membiarkan pikiran kita membayangkan bumi dan milyaran orang yang tinggal di dalamnya.

Satu galaksi saja di jagat kita bisa mengandung hingga jutaan matahari, belum lagi milyaran galaksi lain yang bahkan belum ditemukan. Apakah kita memikirkan tentang makrokosmos di luar sana, ataupun mikrokosmos yang ada di dalam, tak ada satu ruang pun yang hampa dari makna.

Dengan mengingat hal inilah kita mesti mengevaluasi ayat berikut:

“Tak pernahkah pada manusia ada masa ketika dia belum menjadi sesuatu yang dapat disebut?” (Qur’an 76:1)

Waktu yang di maksud adalah sekarang. Bukannya waktu lampau dalam sejarah.

Benar, saat sekarang ini, ada dimensi-dimensi besar dan mengagumkan, begitu besar dan luas, yang di tengah-tengah dimensi ini manusia bahkan tak pantas untuk disebut! Kecuali bagi mereka yang telah meningkatkan kesadarannya dan naik ke alam yang lebih tinggi. Jadi, jika kita tak ingin menjadi orang yang tak pantas disebut-sebut, yang tak memiliki arti di jagat ini, maka kita harus menyelaraskan cara berpikir kita.

Mari kita mengingat apa yang dikatakan Nabi Muhammad SAW:

“Jangan mengutuk waktu (dahr)[1] karena waktu adalah Allah.”

Waktu (dahr) adalah tak-hingga, saat tanpa batas!

Jika Allah berkeinginan untuk melihat ekspresi Nama-namaNya, bagiNya cukup dengan berkehendak untuk menjadikannya mewujud.

“Sungguh, jika Dia menghendaki sesuatu, PerintahNya adalah, ‘Jadilah’ (Kun), maka jadilah ia!” (Al-Qur’an 36:82)

Demikianlah, pikiranNya akan sesuatu hal merupakan perbuatan untuk mewujudkan hal tersebut. Sesaat ketika terpikirkan, hal tersebut langsung terwujud.

Tidak ada konsep yang disebut lampau atau masa datang bagi Allah!

Apapun makna yang Dia kehendaki untuk mewujud, Dia membentuknya dengan bentuk yang tepat dan dalam dimensi yang tepat, dan mengalami makna tersebut melalui bentuk itu.

Dimana?

Tidak di dalam, atau tanpaNya.

Emanasi bentuk, dan pengalaman dari makna tertentu, terjadi melalui pewahyuan makna-makna yang melekat dari bentuk tersebut.



[1] “Dahr” merujuk pada waktu abadi sebagai lawan dari waktu pada dimensi fisik kita.

13 / 34

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini