Mari kita perluas sedikit mengenai masalah ini.

Tidak diragukan, segala sesuatu yang kita persepsi dan kita berpendapat dengannya hanyalah penafsiran semata. Beragam gelombang data yang sampai ke otak kita melalui organ-organ tubuh, yang pada dasarnya juga adalah kelompok-kelompok gelombang data, diproses dan ditafsirkan oleh otak untuk membentuk ‘pendapat’!

Kelompok gelombang/energi data ini, yang kita sebut otak, membentuk identitas (ego) berdasarkan informasi yang disintesanya dan karenanya melanjutkan keberadaannya di dalam dunia holografiknya dengan kekal.

Manusia (bentuk kesadaran individu) adalah totalitas dari semua data ini dan melanjutkan hidupnya dengan apa yang mewujud melaluinya dari sumber asalnya – potensi dan ilmu dari Yang Esa yang kekal tak berbatas – seperti semua individu-individu lainnya. Walaupun hanya ada Yang Esa, persepsi yang berbeda menghasilkan pemikiran bahwa ada banyak individu.

Kesadaran (manusia) bersifat abadi, karena sumber asalnya juga abadi! Manusia adalah ilmu (komposisi dari Nama-nama Allah/Ruh)! Namun sebaliknya, tubuh/binatang akan habis dan didaurulang!

Jadi, kesadaran dalam bentuk ‘manusia’ akan berpisah dari kendaraan persepsinya, tubuh, melalui kematian (merasakan kehidupan tanpa tubuh) dan melanjutkan keberadaannya di dalam suatu dimensi dengan persepsi yang berbeda.

Kesadaran (dalam bentuk manusia) adalah ruh yang mengandung Ruhnya (fitur-fitur dari Nama-nama) Allah. Tubuh, di sisi lain, adalah kendaraannya, terbentuk menurut kondisi-kondisi kehidupan duniawi atau alat/organ-organ untuk mempersepsi dimensi dimana ia tinggal.

Sejauh ini kita telah membahas aspek mikronya. Adapun untuk aspek makronya…

Apa yang masyarakat kurang berkembang tertentu tidak sadari adalah bahwa kita hidup di alam semesta yang tersusun dari galaksi-galaksi, yakni milyaran galaksi yang kita temukan sejauh ini! Semua ilmu kita hanyalah 4% dari energi alam semesta… Sisanya yang 96% menurut sains dewasa ini, masih ‘gelap’ (tidak diketahui, pen)!

Lebih jauh lagi, jika kita menyadari bahwa waktu dan ruang adalah konsep relatif berdasarkan ‘perseptor’ dan yang ‘dipersepsikan’ dan bahwa, dari sudut realitas keberadaan, keduanya tidak berarti apa-apa. Akan kita lihat bahwa semua debat filosofis dan agamis kita  menjadi usang dan tak-bermakna! Telah nyata bahwa, dari kacamata kebenaran ilmiah, tidak ada tuhan-pengatur di atas atau di luar sana yang dari kasihnya mengirimkan anakNya untuk menyelamatkan manusia! Dalam hal matahari telah terbit dari Barat, temuan-temuan ilmiah sedang menuntun manusia ke arah realitas “illaAllah” (hanya ada Allah)!

Inilah sebabnya mengapa saya mengatakan bahwa kita telah memasuki Jaman Keemasan dalam 34 tahun terakhir ini – sejak awal abad Hijriyah.

Alasan saya mengatakan Jaman Keemasan adalah karena…

Kebenaran yang dinyatakan Al-Qur’an bahwa, “Tidak ada tuhan atau ketuhanan, hanya Allah – La ilaha illaAllah[1] benar-benar telah menjadi nyata melalui sains moderen. Dunia/jagat material sama sekali telah menjadi usang dan realitas bahwa “hanya Allah yang ada” telah tersingkap – meskipun kebanyakan masyarakat mungkin belum mengetahuinya, dan berpikir bahwa mereka hidup di dalam dunia material dari daging-tulang dan tanah.



[1] Untuk lebih rinci, lihat Allahnya Muhammad oleh Ahmed Hulusi

18 / 28

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini