Dia tidak lagi memiliki keinginan ataupun keluhan dengan keadaan dirinya. Mana mungkin dia berani sedangkan perintahnya mengatakan:

“Biarkan dia yang tidak suka dengan ketentuanKu mengambil tuhan selain Aku!”[1]

Maka dia pun langsung rida dengan keadaannya dan merenungkan ayat:

“Allah rida benar kepada mereka, dan mereka pun rida kepadaNya (kepada cerminan fitur-fitur ilahi) ...”[2]

Hadrat Sa’d (ra), pamannya Rasulullah (saw), yang doa-doanya dikabul tanpa pengecualian karena doa mustajab dari Rasulullah (saw), kehilangan penglihatannya di tahun-tahun terakhir kehidupannya. “Mengapa engkau tidak berdoa untuk kesembuhan matamu?” Jawabannya mencerminkan keadaan yang tidak mudah difahami oleh mereka yang berpikir. Beliau mengatakan, “Aku mencintai keputusan Allah lebih dari kecintaanku pada mataku!

Orang-orang semacam ini mencerminkan ilmu dan toleransi mereka akan Allah. Mereka bermawas-diri. Tapi bukankah kepatuhan mereka merupakan cara mereka bermawas-diri?

Hanya mereka yang mengetahui bahwa mawas-diri juga berasal dari takdir!

Begitulah, baik Anda telah berhati-hati ataupun lalai keduanya merupakan hasil dari takdir. Tapi Anda hanya bisa mengetahuinya setelah Anda menyelesaikan perbuatan, dan karenanya tidak seorang pun bisa menyalahkan takdir.

Jadi, bergantung apa yang akan terjadi, Anda bisa bermawas-diri ataupun tidak. Anda hanya akan memahaminya jika Anda telah diberkati dengan program untuk melakukan hal yang demikian.

“…Orang yang hatinya (esensi dirinya) telah Allah bukakan untuk memahami Islam…”[3]

Pembaca yang terhormat…

Setelah mempelajari semua ini, cobalah untuk membersihkan diri. Mulailah dengan:

“Orang yang membersihkan (kesadarannya) lah yang beruntung (berhasil).”[4]

Jika Anda merasakan kecenderungan di dalam hati Anda – karena arti sebenarnya dari niat adalah kecenderungan yang tulus – maka ketahuilah bahwa jalan ini telah dimudahkan bagi Anda sebagaimana yang dituntut oleh takdir Anda. Maka jangan buang-buang waktu berharga pada hal yang akan membuat Anda menyesal di hari esok!

“Ingatlah (dhikr) fitur Nama-nama yang menyusun esensi kalian, Rabb kalian, dan menepi lah kepadaNya dengan sepenuh hati.”[5]

“Allah memilih bagiNya siapa yang Dia kehendaki dan menuntun orang-orang yang kembali ke padaNya untuk (menyadari) realita (batin) mereka!”[6]

Berusahalah untuk bertahan dalam keadaan ini. Berjuanglah agar Anda bisa kembali menuju esensi diri dengan kekuatan dan menjadi cepat dalam pengembangan diri. Karena Anda berada di jalan yang benar; Anda telah diberi petunjuk sebagai hasil dari pencarian Anda.  Tangan-tangan penolong meraih Anda dari dalam dan dari luar, bukankah Anda membaca di dalam Kitabullah:

“Dan orang-orang yang berjuang (melawan ego mereka) untuk sampai kepada kami, Kami sungguh akan membuat mereka sampai ke jalan Kami (dengan membuat mereka menyadari realita hakiki diri mereka yang terdalam) ...”[7]

Jadi, Anda akan dituntun untuk menyadari realita hakiki diri Anda yang terdalam; gerbang pemahaman akan dibukakan bagi Anda dan Anda akan menemukan jalan yang benar.

“Barang siapa yang dimampukan Allah untuk melihat diri hakiki terdalamnya, dia lah yang telah sampai kepada realita!”[8]

Setelah memahami ini, Anda perlu ekstra hati-hati agar tidak jatuh kedalam dualitas dan tidak mempertukarkan sebab dengan penyebabnya, agar Anda tidak ceroboh mempertuhankan sebab!

“Jangan berpaling kepada (mengira adanya) sosok tuhan (wujud luar dari kekuatan atau diri khayal Anda) selain Allah.”[9]

Ketahuilah bahwa Dia tidak menyukai para pendua (musyrik) dan tidak mengampuninya hingga sungguh-sungguh bertobat. Keterangan lebih lanjut mengenai hal ini bisa dilihat dalam buku Allahnya Muhammad.

 

 

“Sungguh, dualitas adalah perbuatan yang sangat keliru!”[10]

Setelah ini, Anda akhirnya akan sampai pada keadaan dimana Anda tidak lagi memiliki identitas atau ikatan apapun. Hanya sang Pencipta yang tersisa – serta kehendakNya.

Dalam keadaan ini Anda akan mulai melihat realita, seluruh wujud akan lenyap, hanya Allah yang tersisa dalam pandangan Anda. Anda tidak akan lagi bisa menyalahkan orang lain atau cacat apapun. Karena segala yang muncul dari ketiadaan akan menjadi tiada. Dunia maupun akhirat tidak lagi memiliki validitas bagi Anda…

Mata Anda akan melihat, telinga Anda akan mendengar, tangan Anda akan memegang, kaki Anda akan berjalan, lisan Anda akan menyeru Dia semata. Anda telah membersihkan diri dari identitas khayal Anda, Anda telah meniadakan diri Anda di dalam Dia, dalam maqom rida sepenuh hati.

 

Berhati-hatilah! Keridaan ini tidak menuntut kepasrahan buta. Tiada ruang bagi kesabaran di wilayah ini. Karena kesabaran menunjukkan penerimaan dan bersikap toleran terhadap sesuatu yang bertentangan dengan keinginan diri. Kesabaran dihadapi pada tahap sebelumnya, tapi dalam tahap ini tidak ada yang namanya tidak rida! Apapun yang sang Rabb kehendaki dan ciptakan menjadi indah dan sempurna. Bagaimana bisa karya seni bertanya kepada senimannya? Ketika Anda telah sampai ke maqom ini, Anda tidak akan lagi mengritik atau mempertanyakan siapapun. Seperti halnya Rasulullah (saw) yang tidak pernah mempertanyakan atau mengritik Hadrat Anas (ra) yang melayani Beliau bertahun-tahun. Karena Beliau mengetahui apa itu takdir. Dan ini adalah tahap dimana Anda juga akan mulai memahami misteri takdir.

Mari berhenti di sini dan merenungkan hal berikut: Bayangkan dua benih yang telah ditanam kedalam tanah yang sama, disiram dengan air yang sama dan diberi pupuk yang sama, tapi yang satu bertunas gandum sedangkan yang lainnya bertunas jelai. Yang satu manis dan yang lain pahit, padahal keduanya tumbuh pada tanah yang sama dan terkena kondisi yang sama. Disinilah yang namanya ‘pemrograman’ unjuk diri. Yang satu diprogram menjadi gandum, yang lain diprogram menjadi jelai. Pemrograman inilah yang biasa dirujuk sebagai ‘fitrah’ alami.



[1] Tabarani

[2] Quran 98:8

[3] Quran 39:22

[4] Quran 91:9

[5] Quran 73:8

[6] Quran 42:13

[7] Quran 29:69

[8] Quran 7:178

[9] Quran 28:88

[10] Quran 31:13

7 / 12

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini