Cetak halaman

Mengapa Dzikir Begitu Penting?

Mengingat pentingnya masalah ini, walaupun telah saya bahas secara lengkap pada buku Misteri Manusia, di sini saya ingin membahas ulang mengenai perlunya dzikir.

Ketahuilah tanpa ragu bahwa agama adalah narasi simbolik yang sepenuhnya berlandaskan pada prinsip-prinsip ilmiah.

Semua hukum dan aturan dalam agama Islam – Al-Qur'an dan hadits – menyatakan perlunya kehidupan saat ini juga kehidupan akhirat. Apabila manusia selaras dengan hukum-hukum yang disodorkan ini, dia akan terlindungi dari banyak hal yang bisa membahayakan dirinya di masa yang akan datang. Kehidupan manusia terstrukturkan melalui otak. Segala sesuatu yang mewujud dari manusia adalah melalui otaknya. Bahkan 'ruh' pun, yakni tubuh akhirat, sesungguhnya diunggah oleh otak!

Makna-makna yang ditunjuk oleh Nama-nama Allah mewujud dalam otak manusia. Kesadaran manusia hanya bisa mengetahui dan mencapai keyakinan akan Allah bergantung kepada kapasitas otaknya. Mengingat hal ini, untuk memahami pentingnya dzikir, pertama-tama kita mesti memahami cara otak bekerja dan jenis aktivitas apa yang terjadi di dalam otak selama kita mengamalkan dzikir.

Otak adalah struktur organik yang terdiri dari milyaran sel yang menghasilkan energi bioelektrik. Ia kemudian mengubahnya menjadi energi radial dan mengunggah makna-makna yang terbentuk di dalam dirinya menjadi struktur yang kita sebut sebagai ruh. Pada saat yang bersamaan ia juga memancarkan eneregi radial ini ke lingkungan sekitar. Secara umum, otak bekerja pada tingkat efisiensi dalam digit tunggal karena pengaruh-pengaruh yang diterimanya pada saat permulaan. Untuk alasan inilah, kebanyakan orang yang kita kenal akan memiliki wujud 'tipikal.'

 Namun kapasitas ini dapat ditingkatkan!

Pentingnya dzikir telah dijelaskan di dunia sains sepuluh tahun lalu setelah saya memberikan informasi berkenaan dengan topik ini. Cuplikan di bawah ini membuktikan maksud saya:

Berikut cuplikan dari sebuah artikel berjudul “Bangsa Barat Terlambat Menemukan Kekuatan Dzikir!' pada majalah Turki, NOKTA, di tahun 1994.46

Tahukah Anda bahwa pandangan John Horgan yang diterbitkan  pada edisi Januari 1994 dari Scientific American dengan judul “Fractured Functions' (Fungsi Yang Terpecah-pecah) sebelumnya telah diungkapkan oleh Ahmed Hulusi di tahun 1986?

Nampaknya kita masih perlu waktu untuk mengatasi rasa rendah diri apabila berhadapan dengan temuan-temuan ilmiah. Bukannya bersikap peduli terhadap pandangan para pemikir Turki sendiri, malah kita menunggu gagasan untuk mendapatkan kredibilitas  di dunia Barat. Dan terkadang kita menghadapi kejadian-kejadian yang mengejutkan, seperti contoh yang terjadi dengan Ahmed Hulusi.

Dalam artikelnya 'Fractured  Functions', John Horgan mencari-cari jawaban terhadap pertanyaan, 'Apakah otak memiliki integrator yang unggul?' dan menyajikan beragam teori berdasarkan eksperimen tertentu yang dilakukan di tahun 1993. Padahal Ahmed Hulusi nampaknya telah menjawab pertanyaan ini di tahun 1986 dalam buku-bukunya, 'Misteri Manusia – Sudut Pandang Agama dan Sains' dan 'Kekuatan Doa – Seni Penyaluran Gelombang-gelombang Otak melalui Dzikir'.

Dalam artikelnya, John Horgan membicarakan eksperimen dimana para sukarelawan diberi daftar kata-kata benda dan diminta untuk membacanya dengan lantang, sambil mengajukan usulan kata kerja bagi setiap kata benda yang dibacanya. Sebagai contoh, apabila membaca kata 'anjing,' bisa mengajukan kata kerja 'menggonggong.' Eksperimen ini menunjukkan meningkatnya aktifitas syaraf pada area otak yang berbeda, tapi apabila pertanyaan itu diulang beberapa kali dengan daftar yang sama, aktivitas syaraf bergeser ke area otak lainnya. Apabila para sukarelawan diberi daftar kata benda yang baru, aktivitasnya kelihatan meningkat kembali dan bergeser balik ke area pertama.

Dalam bukunya, 'Misteri Manusia' yang ditulis tahun 1986 pada Bab 'Dzikir: Amalan Paling Penting di Dunia', Ahmed Hulusi mengatakan hal-hal berikut berkenaan dengan topik ini:

“Dari otak manusia, yang terdiri dari sekitar 14 milyar sel, hanya area yang sangat kecil yang teraktivasi oleh sinar-sinar yang diterimanya selama kelahiran. Setelah ini, Pengaruh-pengaruh luar baru tidak dapat menghasilkan aktivasi-aktivasi baru. Pengaruh-pengaruh eksternal setelah kelahiran tidak dapat mengaktivasi kelompok sel baru di dalam otak. Ia hanya dapat memperkaya kapasitasnya yang ditentukan pada saat kelahiran. Tapi ini tidak mesti berarti bahwa area otak yang belum teraktivasi akan tetap tak bereaksi selamanya.

Apabila Anda menyebut kata 'Allah' misalnya, aliran energi bioelektrikal terjadi di antara kelompok sel yang berhubungan dengan makna dari nama ini. Pada hakikatnya, semua fungsi di dalam otak hanyalah aktivitas-aktivitas bioelektrik di antara beragam kelompok sel. Kelompok sel yang berbeda terlibat dalam aliran bioelektrikal ini bergantung pada makna-makna yang berbeda. Sebagai hasilnya, banyak makna yang ditimbulkan dari dinamika aktivitas ini...”

Dalam artikelnya 'Fractured Functions', John Horgan merujuk kepada topik yang sama dengan cara berikut ini:

“Eksperimen ini menunjukkan bahwa satu bagian otak menangani daya ingat jangka-pendek yang membutuhkan temuan verbal dan bagian lain mengambil alih setelah tugasnya menjadi otomatis. Dengan kata lain, daya ingat bisa terbagi bukan hanya menurut kandungannya, melainkan menurut fungsinya.”

Mengapa Dzikir Begitu Penting?-1Jawaban Ahmed Hulusi terhadap hal ini, lagi-lagi dari bukunya Misteri Manusia, adalah sebagai berikut:

“Apabila seseorang berdzikir, yakni ketika dia mengulang-ulang kata yang maknanya dikenal berkenaan dengan Allah, aliran bioelektrik terjadi di dalam otak, yang kemudian diunggah ke tubuh magnetik orang tersebut dalam semacam bentuk energi. Jika dia terus mengulang-ulang kata ini dan tentunya makna yang berkaitan dengannya, aliran bioelektrikal ini diperkuat dan mulai menyebar ke sel-sel lain di dekatnya, sehingga meningkatkan kapasitas otak dari orang tersebut.”

Hasilnya, kita mempunyai dua sumber informasi berkenaan dengan sainsnya dzikir. Satu dari yang disampaikan oleh Ahmed Hulusi pada tahun 1986, dan satu lagi yang disampaikan John Horgan delapan tahun kemudian dalam majalah sains yang terkenal di dunia. Sebelum memahami apa yang dikatakan Barat tentang ini, saya menyarankan kita membaca ulang karya Ahmed Hulusi.

Berikut adalah cuplikan dari artikel John Horgan 'Fractured Functions' pada edisi Desember 1993 dari Scientific American.

 

Fungsi-fungsi yang Terpecah-pecah

Apakah otak mempunyai integrator yang unggul?

Otak, seperti yang digambarkan oleh neurosains moderen, mirip sebuah rumah sakit dimana spesialisasi dilaksanakan dengan rantai yang panjang. Dalam sayap bahasa otak, beberapa neuron terlatih hanya untuk menangani kata ganti, sedang yang lainnya hanya menangani kata kerja dengan akhiran yang tidak beraturan. Di paviliun korteks-visual, satu set neuron mengkhususkan diri pada warna-warna jingga-merah, yang lainnya pada obyek-obyek dengan sisi diagonal berkontras-tinggi, sementara yang lainnya lagi kepada obyek-obyek yang bergerak cepat dari kiri ke kanan.

Pertanyaannya adalah bagaimana kerja terpecah dari bagian-bagian yang sangat terspesialisasi ini dipadukan lagi untuk menciptakan kesatuan persepsi yang nyata serta kesatuan gagasan yang membentuk pikiran. Teka-teki ini, yang dikenal sebagai masalah yang mengikat, nampak lebih besar lagi karena eksperimen-eksperimen telah menyingkapkan subdivisi yang lebih halus lagi pada otak.

Beberapa ahli teori berpendapat bahwa komponen-komponen persepsi yang berbeda mengalir ke “zona-zona konvergen”, tempat dimana komponen-komponen tersebut terintegrasi. Di antara calon yang paling nyata dari zona-zona konvergen ini adalah area-area otak yang menangani ingatan-ingatan jangka pendek, atau ingatan “kerja”, yang dapat diakses dengan cepat untuk beragam tugas. Tapi ada dua set eksperimen yang telah dilakukan tahun ini – yang satu berupa monyet yang dimonitor dengan elektroda-elektroda, dan yang lainnya adalah manusia yang dipindai (scanned) dengan tomografi emisi positron (PET) – menunjukkan bahwa bagian-bagian otak yang menangani ingatan kerja juga sangat terspesialisasi.

Eksperimen-eksperimen  terhadap monyet dilakukan oleh Fraser A. W. Wilson, Seamas P. O Scalaidhe dan Patricia S. Goldman-Rakic dari  Yale University School of Medicine. Para pekerja melatih monyet-monyet untuk melakukan dua tugas yang memerlukan ingatan kerja. Pada tugas yang satu, masing-masing monyet memandangi sebuah titik tetap di tengah-tengah layar sementara sebuah persegi dimunculkan sekilas di lokasi lain pada layar tersebut. Beberapa detik setelah persegi itu menghilang dari pandangan, monyet akan mengarahkan pandangan mereka ke titik dimana persegi tersebut muncul.

Tugas yang lain memerlukan penyimpanan informasi mengenai kandungan sebuah gambar, bukan letaknya. Para peneliti memunculkan sebuah gambar di tengah-tengah layar. Masing-masing monyet dilatih untuk menunggu hingga obyek gambar menghilang dan harus menoleh ke kiri atau kekanan, bergantung pada jenis obyek yang dilihatnya. Elektroda-elektroda memantau nyala dari neuron-neuron di dalam korteks prefrontal monyet, jaringan tipis yang menyelubungi puncak otak dan terlibat dalam aktivitas-aktivitas mental yang memerlukan ingatan kerja.

Pada masing-masing uji, satu set neuron mulai menyala segera ketika gambarnya nampak pada layar dan tetap aktif hingga tugasnya selesai. Tapi uji “dimana” (lokasi) mengaktifkan neuron-neuron di satu area korteks prefrontal, sedangkan uji “apa” mengaktifkan neuron-neuron di area berbeda yang berdekatan. “Korteks prefrontal selalu dianggap sebagai area dimana informasi berkumpul dan disintesa untuk tujuan perencanaan, berpikir, pemahaman dan maksud,” kata Goldman-Rakic. “Kami telah menunjukkan bahwa area ini hanyalah bagian-bagian seperti halnya dengan area pengindera dan area motorik.”

Temuan-temuan tambahan yang dijelaskan tahun ini oleh para peneliti di Washington University dihasilkan dari pemindaian PET terhadap manusia. (PET mengukur aktivitas syaraf secara tidak langsung dengan melacak perubahan-perubahan di dalam aliran darah pada para subyek yang disuntik dengan pelacak radioaktif usia-pendek.) Dalam eksperimen-eksperimen ini, para sukarelawan diberi sebuah daftar kata benda. Mereka harus membacanya dengan lantang, satu demi satu, dan mengajukan sebuah kata kerja untuk kata benda terkait. Apabila membaca kata benda “anjing,” misalnya, sukarelawan tersebut bisa mengusulkan kata kerja “menggonggong.”

Ketika para sukarelawan melakukan tugas ini pertama kali, beberapa bagian otak yang berbeda, termasuk bagian korteks prefrontal dan cingulate, menunjukkan aktivitas syaraf yang meningkat. Namun jika para sukarelawan mengulang tugasnya dengan daftar kata benda yang sama beberapa kali, aktivitas itu bergeser kepada area-area yang berbeda. Apabila para sukarelawan diberi daftar kata benda yang baru, aktivitas syaraf meningkat dan bergeser kembali ke area-area pertama.

Eksperimen-eksperimen ini menunjukkan bahwa satu bagian otak menangani ingatan jangka-pendek yang memerlukan penemuan verbal dan bagian yang lain mengambil alih setelah tugasnya menjadi otomatis. Dengan kata lain, ingatan mungkin terbagi-bagi lagi bukan hanya menurut kandungannya saja melainkan juga menurut fungsinya. “Hasil-hasil yang kami dapat konsisten dengan ide-ide Goldman-Rakic,” komentar Steven E. Petersen, salah satu anggota dari tim Washington University.

Jadi, bagaimana semua bagian otak yang terspesialisasi ini bisa bekerja sama sedemikan lancar? Apakah aktivitas semuanya dikoordinasi secara terpusat ataukah melalui sebentuk jaringan yang tersebar? Petersen mendukung “area yang terlokalisir atau sejumlah kecil area-area yang terlokalisir,'” dimana persepsi-persepsi, ingatan-ingatan dan maksud-maksud terintegrasi. Goldman-Rakic cenderung mendukung model non-hirarki dalam mana “mitra-mitra yang terpisah namun setara saling terhubung, berkomunikasi satu sama lain.”

Lary R. Squire, seorang peneliti daya-ingat di University of California di San Diego, berpikiran bahwa masalah ikatan ini mungkin memerlukan waktu bertahun—tahun untuk dipecahkan. Dia setuju bahwa “kami belum memiliki petunjuk” mengenai mekanisme apa yang mengikatnya. Tapi dia berharap bahwa jawabannya pada suatu saat akan muncul, dengan adanya kemajuan teknik studi otak yang telah maju – termasuk mikro-elektroda, teknologi pencitraan non-invasif (seperti halnya PET dan pencitraan resonansi magnetik) dan komputer, yang dapat membantu membuat model-model bertalian dari data empirik. “Kita membutuhkan semua itu,” kata Squire. --John Horgan47

Oleh karena sangat kecil prosentase otak yang digunakan dan sebagian besar kapasitas otak tetap nganggur, dzikir memungkinkan aktivasi dari prosentase yang lebih besar ini.

Energi bioelektrik yang dihasilkan dalam area-area khusus di dalam otak melalui dzikir menyebar ke area-area lainnya dan mengaktifkan sel-sel yang tidak aktif, dan karenanya meningkatkan aktivitas otak. Dzikir apapun yang dibaca, frekuensi yang berkaitan dengan maknanya dipancarkan kepada sel-sel dan karenanya kapasitas otak yang relevan dengan makna khusus tersebut meningkat.

Sebagai contoh, ketika seseorang berdzikir dengan nama Muriid, nama yang merujuk kepada kehendak Allah, sel-sel nganggur di dalam otak orang tersebut menjadi terprogram dengan getaran frekuensi dari nama ini, dan dalam waktu singkat daya-kehendaknya menguat dan apa-apa yang sebelumnya mustahil menjadi mungkin. Di sini, saya ingin membuat sebuah catatan penting: Masing-masing otak mempunyai susunan yang unik. Dan oleh karena itu, ketika melakukan dzikir dengan Nama-nama Allah, penting untuk mendapatkan informasi yang cukup dari orang yang terlatih. Melakukan dzikir tanpa bimbingan, tanpa disadari bisa mengarah kepada bentuk dzikir yang dihasut oleh bangsa jin, dan karenanya tanpa disadari menyerahkan diri kepada mereka. Inilah sebabnya mengapa beberapa wali mengatakan, “Setan akan membimbing orang yang tidak mempunyai pembimbing.”

Sebagai rangkuman, sel-sel otak yang belum terprogram dapat diprogram menurut makna kata yang diulang—ulang selama berdzikir untuk mencapai hasil yang diinginkan serta menguatkan dan meningkatkan kekuatan dan kapasitas otak.

Mungkin ada yang bertanya, “Jika dzikir merupakan alat yang begitu ampuh, mengapa dunia Islam belum menghasilkan otak yang luar biasa, mengapa semua kemajuan berasal dari Barat, dari antara mereka yang non-Muslim?”

Jawabannya sangat sederhana, setidaknya bagi orang yang mengetahui teknik dan prosedurnya... Ijinkan saya berbagi mengenai teknik dzikir ini dengan Anda, yang diilhamkan kepada saya sebagai pertolongan Allah dan dengan bimbingan Rasulullah (saw)...

Ahmed Hulusi
1989

46Nokta, 6 Maret 1994, hal 11

47Scientific American, Desember 1993

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Artikel ini