Ilusi

Sekarang, mari kita melihat beberapa alasan mengapa jagat-raya telah didefinisikan sebagai ilusi atau mimpi…

Wujud padu tunggal, yang kita sebut jagat-raya, secara terus-menerus dan secara sistematik mewujudkan fitur-fitur intrinsik tak-hingganya dengan cara-cara baru. Karenanya, berkaitan dengan struktur primer dari jagat-raya bercahaya ini, asumsi bahwa kita adalah mahluk material dan asumsi bahwa dunia yang seolah nampak material ini disebut sebagai ilusi. Bahkan Rasulullah (saw) menegaskan bahwa dunia fisik yang nampak ini hanyalah asumsi dan bahwa struktur nyata dari jagat-raya ini bersifat eternal/kekal. Beliau menekankan bahwa keadaan wujud material ini hanyalah sebuah mimpi, beliau mengatakan: ‘Manusia sedang tertidur, dengan kematian mereka akan terbangun!’

Satu cara untuk memahami ini adalah: ketika manusia, yang hidup dengan tubuh fisik dengan kelima inderanya yang terbatas, membuat peralihan kepada keadaan wujud di luar materi, dia akan merasa seolah baru bangun dari mimpi, karenanya dunia dan segala hal yang dialami di dunia akan terasa bagai mimpi. Sebaliknya, keadaan wujud radial yang dimasukinya akan menjadi dunia nyata. Ini akan terus berlangsung hingga Hari Kiamat. Setelah Hari Kiamat, dia akan dibangkitkan kembali untuk yang ke tiga kalinya kedalam tubuh yang baru, yang akan digunakannya selama periode setelah kiamat (mahsyar).

Cara ke dua untuk memahami pernyataan ini adalah: berdasarkan pada hadits “mati sebelum ajal”,  manusia harus menyiapkan dirinya untuk suatu keadaan wujud non-material dengan meninggalkan keyakinan bahwa dia adalah mahluk fisik dan mengadopsi ide bahwa dia adalah mahluk cerdas. Karena setelah tubuh fisik dan otak tidak bekerja lagi, ruh tidak akan lagi mampu untuk mendapatkan benda-benda yang bisa diperolehnya di kehidupan dunia.

Hadits inipun bisa ditafsirkan sebagai: Kematian diri ilusi, yakni dengan mengenal sifat khayal dan fiksional dari diri semu Anda, sehingga Anda bisa dihidupkan dengan menyatu dengan Diri Absolut yang menyusun esensi Anda. Karena ‘keAkuan’ adalah kepunyaan eksklusif Allah semata!

Allah adalah satu-satunya yang dapat mengklaim Aku, karena tidak ada wujud lain selain Dia. Seandainya ada yang lain, maka Allah adalah sosok tuhan (berhala), padahal Al-Qur’an menyatakan: “Tidak ada tuhan. Hanya ada Allah.”

Maka, Allah, yang Esa dan hanya Satu-satunya, boleh dikatakan, memikirkan alam-alam jasmani, atau dengan kata lain, membayangkannya.

Mesti saya ulangi bahwa menggunakan kata-kata seperti memikirkan dan membayangkan untuk merujuk kepada Allah tidaklah tepat dan tidak memadai untuk mencerminkan realitas Allah; namun untuk menjelaskan dan membantu pemahaman akan topik ini, saya tidak mempunyai pilihan selain menggunakan keduanya.

Jagat-raya dan segala sesuatu yang ada di dalamnya telah diciptakan selaras dengan pernyataan gabungan dari semua mahluk yang tercerahkan yang telah mencapai dan mengalami derajat realitas tertinggi, dan mengklaim bahwa ‘hakikat  dari dunia ini adalah sebuah ilusi.’

Abdulkarim al Jili, ulama terhormat dengan ilmu yang sangat luas mengenai Allah, dimensi-dimesi serta mahluk-mahluk jagat-raya, menyatakan dengan panjang lebar kebenaran mengenai sifat khayal dari dunia dalam bukunya Manusia Sempurna.

Jadi, apa sih ilusi itu?

Apa sebenarnya arti kata dari ilusi ini?

Bagaimana ia terbentuk? Dan mengapa kita melihat ilusi sebagai realitas?

Yang Maha Hidup (Hayy), dalam istilah sederhananya, mengetahui (atau sadar) akan fitur-fitur tak-hinggaNya dengan sifat ilmu yang ditunjuk oleh namaNya, Al-‘Alim.

Allah mengetahui fitur-fitur tak-hingga dan tak-terbatas yang dimilikinya. Al-‘Alim, yang mengetahui fitur-fitur tak-hinggaNya, berkehendak untuk mewujudkan dan melihat fitur-fitur ini dengan fitur-fitur dari namaNya Al-Murid, dan menciptakannya dengan kekuasaan yang ditunjuk oleh namaNya Al-Qadir, dan melihat fitur-fitur itu melalui bentuk-bentuk perkataan (manifestasi-manifestasi) dengan namaNya Al-Kalim.

Kekuasaan adalah kemampuan untuk melihat makna-makna melekat yang tersirat! Meliputi dengan ilmuNya semua fitur intrinsik seseorang!

Jika ketujuh samudera dan yang serupa dengannya menjadi tinta, tidak akan cukup untuk menuliskan perkataan Allah! Bagaimana bisa? Karena tak terhingga! Apa artinya ketujuh samudera, tujuh galaksi, 77 jagat dibanding ketakhinggaan!?

Apapun yang dapat diwakili oleh angka, sebesar apapun itu, tak berarti apa-apa dibanding ketakhinggaan.

Allah itu As-Sami. Dia mengetahui setiap kata (makna) yang dilihatNya di dalam dan mengenai DiriNya. Mungkinkah bahwa Dia tidak mengetahui padahal Dia sedang melihat makna-makna yang berkenaan dengan Diri sejatinya?

31 / 45

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini