Kasani mengatakan:

“Tindak penciptaan dibanding tindak Realitas (Haq) layaknya tubuh dibanding dengan ruh.

Jika akar dari suatu perbuatan adalah ruhnya, tempat manifestasinya adalah tubuhnya. Karenanya, pencipta perbuatan adalah Realitas (Haq), walaupun kemudian mewujud melalui manusia.” (Ta’wilat oleh Ibn Arabi)

 

Abdullah Ibn Mas'ud (r.a.) meriwayatkan:

Rasulullah (saw), yang kepadanya kebenaran disingkapkan dan yang selalu berbicara kebenaran, mengatakan kepadaku: 

“Zat yang berasal dari kedua orang-tuamu dikumpulkan di rahim sang ibu selama empat puluh hari, dan dalam empat puluh hari kemudian menjadi secuil darah, dan dalam empat puluh hari kemudian menjadi segumpal daging kecil. (Setelah hari ke-120) Allah mengirim malaikat dan memintanya untuk mencatat empat hal: Kehidupannya, rezekinya, kematiannya, dan apakah dia termasuk yang bernasib baik atau yang bernasib buruk.”

Ibn Mas'ud melanjutkan, “Aku bersumpah kepada Allah yang di tanganNya berada kekuatan hidup Abdullah, setelah malaikat itu mencatat hal-hal ini, ruh ditiupkan kedalamnya (janin itu pun menjadi hidup)”.

Seseorang bisa saja mengerjakan banyak amal kebaikan sedemikian rupa sehingga jarak di antara dirinya dan Surga hanya se lentang tangan, namun pada titik ini catatannya (yang ditulis malaikat di dalam rahim ibunya) akan muncul dan menghalanginya. Setelah ini, dia mulai melakukan amal perbuatan penduduk neraka (dan dilemparkan ke neraka).

Seseorang bisa saja mengerjakan amal-amal yang sangat buruk sehingga jarak dirinya dan neraka hanya tinggal selangkah saja, namun pada titik ini catatannya (yang ditulis malaikat) kemudian muncul dan menghalanginya. Kemudian dia mulai mengerjakan amal perbuatan dari penduduk surga (dan masuk ke Surga).” (Bukhari, Tajrid 1324)

 

Imran bin Husain (r.a.) meriwayatkan:

“Pada suatu ketika saya bertanya kepada Rasulullah (saw): “Ya Rasulullah, dapatkah penghuni surga dibedakan dari penghuni neraka (dengan ilmu ketetapan Allah)?” 

Untuk itu Rasulullah (saw) berkata; “Ya, mereka dapat dibedakan.”

“Jika penduduk surga dan neraka telah ditetapkan, lalu mengapa orang-orang yang mengerjakan amal kebaikan mesti terus mengerjakannya?”

“Setiap orang akan melakukan apa yang diperuntukkannya, apapun yang telah ditetapkan baginya, dia akan melaksanakannya semua” jawab beliau. (Bukhari, Tajrid 2062)

Abu Hurairah (r.a.) meriwayatkan:

Rasulullah (saw) berkata: 

“Sebuah ‘persembahan’ tidak akan membawa anak-anak Adam apapun yang belum mereka harapkan, sebenarnya ketetapan Allah lah yang menarik anak-anak Adam. Aku menimbang apa yang harus diberikan. Dengan pertimbangan itu aku akan mencari hasil-hasil yang dicapainya dari si kikir.” (Bukhari- Tajrid 2066) 

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian diajak kepada yang menghidupkan kembali kalian (ilmu mengenai realitas) penuhilah ajakan Allah dan RasulNya. Ketahuilah dengan baik bahwa (jika kalian tidak memenuhi ajakan ini) Allah akan menyusup di antara kesadaran seseorang dan hatinya (Allah menciptakan penghalang di antara emosinya dan akalnya, meninggalkan dia dalam keadaan wujud emosional yang menyusun nerakanya melalui sistem otaknya)dan menghalanginya. KepadaNya kalian akan dikembalikan (kalian akan tinggal di alam dimana Realitas Absolut akan menjadi nyata; kalian akan dievaluasi dengan sifat-sifat Nama-nama yang menyusun esensi kalian).” (Al-Quran 8:24)

Seperti dapat dipahami dari ajaran Rasulullah, segala sesuatu, sejak awal terbentuknya alam semesta hingga waktu yang kekal, telah diketahui dan ditetapkan. Dan tidak seorang pun yang dapat mengubah takdirnya!

Setiap orang harus menjalani takdir dirinya. Sungguh, fitur AHAD (ketakterpisahan) dari Allah mewajibkannya demikian!

KeEsaan Allah dan ketidakmampuan untuk memahami fakta bahwa tidak ada yang lain selain Allah telah menyebabkan banyak perdebatan tentang halnya takdir, dan mengarah kepada ide-ide yang tidak layak.

Di sisi lain, realitas takdir jelas-jelas telah dinyatakan oleh ayat-ayat dan hadits Nabi Muhammad (saw). 

Imam Ghazali adalah salah satu di antara banyak ulama yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi pada manusia merupakan manifestasi dari keimanan seseorang, tanpa kecuali. Dalam pasal ke dua dari bukunya Ihya Ulumuddin, Jilid ke dua, beliau mengatakan:

Karena kita mengatakan: semua nasib buruk, pembangkangan, perzinahan, bahkan pengingkaran terjadi dengan pertimbangan, kehendak dan keinginan Allah; dan itu memang demikian!’”

30 / 45

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini