Rasulullah berdiri di depan salah seorang pejuang dan syahid Islam terbesar Sa’d bin Muadz (ra), yang beliau kuburkan dengan tangannya sendiri, Rasulullah (saw) berkata:

“Inilah seorang hamba yang soleh yang baginya Singgasana bergetar dan baginya gerbang surga terbuka lebar dan ribuan malaikat turun ke bumi… Sekiranya ada manusia yang selamat dari siksa kubur, tentulah dia itu Sa’d. Karena maqam yang tinggi yang telah dia capai, dia dilepaskan dengan cepat!”

Pikirkanlah tentang ini, jika orang yang bersangkutan tidak sadar, dapatkah kita berbicara mengenai bentuk penderitaan apapun?

Rasulullah (saw) ditanya:

“Ya Rasul, siapakah di antara orang-orang yang beriman yang lebih cerdas dan lebih sadar?” Beliau menjawab: 

“Mereka yang paling sering mengingat realitas kematian dan yang bersungguh-sungguh menyiapkan diri untuk kehidupan akhirat, merekalah yang paling cakap dan paling sadar...”

Dalam riwayat lain, beliau mengatakan: “Orang yang paling sadar dan  paling waskita adalah dia yang menundukkan egonya kepada hukum-hukum ilahiah dan menyibukkan diri dengan kegiatan yang akan bermanfaat bagi dirinya di masa depan. Orang yang lemah adalah orang yang mengikuti egonya kemudian sangat berharap akan pahala dari Allah!”

Ibn Mas’ud (ra), salah seorang pengikut Rasulullah (saw) mengatakan: “Saya mendengar Rasulullah (saw) mengatakan, ‘Sesungguhnya para pendosa akan tertimpa banyak penderitaan di dalam kubur sehingga binatang-binatang akan mendengar jeritan mereka.’”

Abu Said al Hudri meriwayatkan dari Rasulullah (saw):

“Orang yang ingkar akan disiksa oleh sembilan puluh sembilan naga yang menyengat dan menggigitnya hingga hari Kiamat. Jika salah satu dari mereka meraung kepada bumi, tidak satu pohon pun akan bisa tumbuh lagi!”

Ibn Umar (ra) meriwayatkan:

Rasulullah (saw) mengatakan:

“Apabila salah satu dari kalian meninggal, baik dia dari golongan penghuni surga ataupun neraka, akan ditunjukkan kepadanya tempatnya di pagi hari dan malam hari dan dikatakan kepadanya, ‘Inilah tempat tinggalmu, hingga kebangkitanmu pada Hari Kiamat, di sini lah kamu akan tinggal.’”

Catatan penting lain adalah pernyataan “wal ba’ttsu ba’dal maut” dalam kalimat pengakuan iman (Amantu), yang secara harfiah berarti “…dan kebangkitan setelah kematian” bukannya “kebangkitan setelah Hari Kiamat”! Sungguh, ba’ts, yakni kebangkitan kembali terjadi segera setelah kematian, bukannya setelah kiamat. 

Kita hidup di dunia ini dengan tubuh biologis dan tubuh ruh yang kita hasilkan secara bersamaan. Imam Ghazali, ulama Islam dan guru Sufi terkenal menjelaskan nama ‘Al-Ba’its’ dalam Penafsiran Nama-nama Yang Paling Indah sebagai berikut:

 

“Kebanyakan orang mengenalnya (kebangkitan) hanya dalam istilah anggapan umum dan khayalan yang samar. Pemahaman mereka yang utama dalam perkara ini terletak pada imajinasi mereka bahwa kematian berarti lenyapnya diri, dan bahwa kebangkitan berarti kembali mewujud setelah lenyap dari keberadaan sebagaimana halnya penciptaan pertama.

Tapi pemikiran mereka bahwa kematian itu (setara) dengan lenyapnya diri adalah keliru, dan pemikiran mereka bahwa (tindakan) kedua yang mengembalikan wujud mereka seperti penciptaan awal mereka (juga) keliru.

Adapun pemikiran bahwa kematian adalah lenyapnya diri tidaklah absah. Kuburan adalah lubang api (Neraka) atau salah satu tempat tinggal dari taman-taman Surga.

Penglihatan batin sang guru menunjukkan bahwa manusia diciptakan untuk kehidupan kekal dan tidak ada yang namanya lenyap diri ketika kematian. Benar, kebebasan bertindak pada satu ketika mungkin diputus dari tubuh, maka dikatakan, “Dia telah meninggal”; pada waktu yang lain ia dikembalikan kepada tubuhnya dan dikatakan, “Dia hidup dan dibangkitkan.”

Adapun pemikiran mereka bahwa kebangkitan kembali merupakan penciptaan yang ke dua seperti halnya penciptaan pertama, hal itu tidak benar. Kebangkitan kembali itu adalah formasi (peralihan bentuk) yang lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan pembentukan yang pertama. Bagi manusia ada banyak peralihan bentuk (kebangkitan), bukan hanya dua kali.”

Ketika kematian dirasakan, tubuh material terurai dan orang yang bersangkutan dibangkitkan dengan tubuh rohaninya yang dengannya dia melanjutkan hidupnya hingga hari kiamat.

Kemudian, selama peristiwa yang kita sebut sebagai kiamat, yakni hancurnya Bumi karena ditelan panasnya radioaktif matahari, dia akan dibangkitkan kembali.

Dan akhirnya, bergantung kepada tempat tujuan yang mesti ditempatinya, dia akan mengalami bentuk kebangkitan yang lain.

Apakah kita akan merasa sadar dan waspada seperti sekarang ini jika kita berada di dalam kubur kita?

Berkaitan dengan hal ini, Abdullah bin Umar (ra) meriwayatkan hal berikut:

Ketika Rasulullah (saw) sedang berbicara tentang Munkar dan Nakir, dua malaikat yang akan meminta pertanggungjawaban di dalam kubur, Hazrat Umar (ra) bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kita akan merasa sadar ketika kita di dalam kubur?”

“Benar, seperti halnya engkau sekarang ini” jawab Rasulullah (saw). 

Jadi, bagaimana seseorang yang merasakan kematian kemudian di tempatkan di dalam kubur akan merasakan dengan sadar dan waspada sedangkan tubuhnya sama sekali tidak aktif?

37 / 45

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini