Raihlah tingkat penolakan dan pengorbanan sedemikian rupa sehingga Anda mampu untuk berbagi sekerat roti dengan orang yang kenyang tapi menginginkannya, meskipun Anda telah lapar berhari-hari. Tapi bukan hanya kepemilikan duniawi saja, berikan pula perolehan dan manfaat dari semua ibadah Anda kepada yang membutuhkan tanpa mengambil bagian Anda di dalamnya. Ini adalah cara untuk memisahkan diri Anda atau identitas Anda, dari apa yang Anda lakukan.

Bekerjalah secara konsisten. Tapi jangan buat perjuangan itu untuk diri Anda sendiri, tapi untuk menolong mahluk, menjadi perwakilan dari Sang Pencipta, sehingga kebaikan bisa sampai kepada mereka.

Sementara kebanyakan orang memilih teman karena kepentingan pribadi, pilihlah teman yang maha kuasa, yang tidak membutuhkan bantuan dari apapun yang diciptakan. Tapi siapa yang tidak butuh apapun yang diciptakan selain dari sang Pencipta? Sungguh, jadikan Dia titik balik Anda. Sampaikan kebutuhan-kebutuhan Anda kepadaNya.

Pikirkan, pikirkan, dan pikirkan lagi, bahkan jika Anda tidak dapat mencapai realita (hakikat) dari pemikiran Anda, setidaknya bergabunglah dengan golongan orang-orang yang berpikir.

Jika Anda tidak mampu memahami hikmat dibalik apa yang terjadi, sedikitnya tundalah penolakan Anda dan tunggulah hingga perkaranya menjadi jelas, agar tidak menunjukkan sikap tergesa-gesa dan ceroboh. Jangan melakukan pelanggaran, atau membuat Anda dalam posisi mesti meminta maaf.

Ambisi yang disebabkan keinginan pribadi menjadi setan bagi diri. Orang yang tidak memiliki hasrat pribadi juga akan kosong dari upaya pengejaran semacam itu; menyisakan setan yang tunduk, membuat setan menjadi muslim! Karena orang yang mencapai keadaan ini akan dibersihkan dari kepentingan pribadi, dia tidak akan menyebabkan atau ditimpa kecelakaan. Karena orang-orang biasanya mendukung mereka yang berjasa kepadanya. Dan jika mereka jauh dari realita, mereka biasanya mengakui pemberian itu dari pemberinya. Padahal pada hakikatnya, baik yang memberi maupun Yang menyebabkan tindakan memberi itu adalah Dia! Karenanya, kita tidak semestinya bangga atau bersandar pada apapun yang kita miliki, bahkan kepada keyakinan kita, apalagi dengan kepemilikan materi, teman dan keluarga. Sementara Anda berpikir bahwa Anda orang beriman, situasi remeh yang nampak sepele bisa dengan mudah menyapu habis keimanan Anda.

Rasulullah saw mengatakan, “Aku bersumpah demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia, bahwa salah satu dari kalian beramal seperti amalan penghuni surga hingga tersisa di antara dia dan surga jarak sehasta, ketika tiba-tiba catatan nasib memintasnya dan mulai beramal seperti amalan penduduk neraka. Dan yang lain beramal seperti amalan penduduk neraka, hingga tersisa di antara dia dan neraka jarak sehasta, kemudian catatan nasib memintas dia dan mulai beramal dengan amalan penghuni surga dan karenanya masuk surga![1]

Karenanya, jangan merasa bangga atau bersandar pada apapun yang Anda miliki di kehidupan yang pendek dan sementara ini…

Sering-seringlah bertaubat kepada sang Pencipta, tapi bukan sekedar dengan ucapan. Taubat sejati adalah pengakuan kesalahan dan penyesalan karenanya. Inilah sebabnya Rasulullah saw mengatakan, “Taubat adalah penyesalan.”[2]

Jika kesalahan Anda menimbulkan kesusahan terhadap mahluk lain, maka berusahalah untuk mengganti kerugian yang mereka alami dan mohon maaflah dari mereka. Tindakan yang paling utama adalah menjadi penyebab bagi kebahagiaan orang lain melalui amal kebajikan. Memperhatikan kebutuhan orang yang sakit satu jam di suatu malam jauh lebih baik dibanding ribuan salat malam. Karena mengerjakan salat merupakan anjuran di waktu luang, sementara menolong orang yang membutuhkan merupakan kewajiban. Maka berusahalah, di hadapan sang Pencipta, menjadi pelayan bagi mahluk, dalam memenuhi tujuan keberadaan mereka. Nilai seseorang dalam pandangan orang lain adalah berdasarkan kedekatannya dengan sang Pencipta... Jadi, buatlah kedekatan dan titik balik Anda kepada Rabb Anda, esensi diri Anda. Yang menjadi masalah bukanlah penampilan, tampang, umur dan yang lainnya, melainkan pengetahuan dan pemahaman Anda akan realita. Maka, pikirkanlah mengenai sumbangsih waktu terhadap Anda dalam hal kemampuan Anda untuk memahami Kebenaran.

 

Para pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa…

Watunya telah tiba bagi setiap orang untuk bersatu di jalan ketunggalan dan kesatuan absolut. Tidak ada pemisahan sekte dan agama di jalan ini. Semua warna kulit di jalan ini manunggal. Tanpa melihat agama pribadi atau latar belakang sosial, jika tujuannya menjadi pelayan Allah dan kemanusiaan, mereka menjadi para musafir di jalan ini. Satu-satunya syarat dari jalan ini adalah membantu sesama, di setiap keadaan dan situasi, untuk meraih Kebenaran dan menjadi penyebab kebaikan untuk menggapainya.

Para musafir di jalan ini tidak bisa dikalahkan oleh rasa-bangga, keangkuhan, kejumawaan atau kemalasan. Karena mereka adalah orang-orang yang berbakti kepada tugasnya; mereka mementingkan orang lain dibanding dirinya. Mereka jauh dari kepalsuan dan takhayul. Mereka bekerja hanya untuk kebaikan kemanusiaan yang lebih besar. Alih-alih membuang waktu pada perkara yang tidak berguna, mereka menggunakannya untuk pelayanan kemanusiaan.  Tidak ada mahluk yang lebih kaya dari mereka; mereka memiliki sayap! Mereka mendengar dan berempati kepada setiap orang berkenaan dengan tujuan penciptaan mereka, namun tidak mendengar apapun kecuali panggilan dari Kebenaran.

Mereka tahu bahwa segala yang wujud terdiri dari cerminan-cerminan sang Pencipta. Dan merekapun tahu bahwa cerminan-cerminan itu terus berubah dan tidak seorangpun tahu bagaimana cerminan berikutnya akan terjadi.

“Di setiap saat, HU (Esensi Wujud Absolut) menampakkan DiriNya dengan cara yang lain!”[3]

Maka, mereka tahu bahwa ada kehidupan dalam segala sesuatu yang nampak dan tak-nampak. Semuanya hidup, semuanya penuh kehidupan…

“Tidak ada yang tidak bertasbih kepadaNya dengan hamd (evaluasi dunia jasmani yang diciptakan dengan Nama-namaNya, sesuai kehendakNya)! Namun kalian tidak mengerti fungsi-fungsi mereka!”[4]

Kebenaran ini tidak bisa difahami kecuali oleh orang-orang yang mengerti! Kebenaran tertutup hanya oleh dua macam manusia: Mereka yang tidak mengetahui, dan karenanya menutupinya secara tidak sengaja, atau mereka yang sengaja menyembunyikannya dari orang-orang yang berniat menentang dan mencela.

 

Pembaca yang terhormat…

Neraka adalah keadaan dimana kesadaran dan tubuh seseorang menderita, sedangkan surga adalah keadaan bahagia. Tidak ada kayu bakar ataupun batubara di dalam sana. Dalam istilah sekarang, yang dirujuk sebagai neraka sebenarnya adalah matahari. Bukan dalam istilah wujud supra-atomik yang nampak, melainkan dalam istilah dimensi radial subatomiknya. Bumi akan ditarik kedalam matahari yang mengembang hingga mencapai dan menelan planet Mars. Ini akan menyebabkan bumi menguap! Mereka yang tidak berhasil mencapai kebahagiaan tak-hingga, yakni sub-dimensi bintang-bintang yang dirujuk sebagai surga, selamanya akan tertahan dan terpenjara di matahari. Yang dirujuk sebagai ‘Samum’ di dalam Al-Qur’an, yakni gelombang radiasi beracun yang dipancarkan matahari, akan terus menyiksa tubuh-gelombang holografik dari mereka yang terperangkap di sana, menyebabkan siksaan yang sangat berat bagi mereka. Jin yang bersifat setan pun akan tinggal di sini, bermain dengan manusia-manusia yang lemah.



[1] Sahih Muslim

[2] Ibn Majah

[3] Quran 55:29

[4] Quran 17:44

4 / 12

Ini mungkin menarik buat Anda

Anda bisa mengunduh Buku ini